Streptococcal Toxic Shock Syndrome Pasca COVID-19

Streptococcal Toxic Shock Syndrome Pasca COVID-19

Pandemi COVID-19 telah membawa dampak signifikan pada sistem kesehatan global, termasuk perubahan dalam pola epidemiologi penyakit infeksi lainnya. Streptococcal Toxic Shock Syndrome (STSS) adalah salah satu kondisi medis yang perlu mendapatkan perhatian khusus pasca pandemi ini. Artikel ini akan membahas epidemiologi dan prevalensi STSS setelah COVID-19, serta dampak yang ditimbulkan oleh pandemi terhadap kejadian STSS.

Epidemiologi dan Prevalensi

Menurut data terbaru, melihat peningkatan yang signifikan dalam kasus STSS, terutama di kalangan individu yang telah pulih dari COVID-19. Beberapa faktor berkontribusi terhadap peningkatan ini:

  1. Imunitas yang Menurun: COVID-19 diketahui dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, membuat individu lebih rentan terhadap infeksi bakteri sekunder seperti Streptococcus grup A.
  1. Peningkatan Paparan: Selama pandemi, banyak negara memberlakukan lockdown dan pembatasan sosial yang mengurangi transmisi bakteri dan virus secara umum. Namun, pasca pelonggaran pembatasan, terjadi peningkatan kasus infeksi bakteri, termasuk Streptococcus grup A, yang berkontribusi pada peningkatan kejadian STSS.
  1. Komorbiditas: Pasien COVID-19 dengan kondisi kesehatan yang mendasarinya atau yang mengalami komplikasi jangka panjang (long COVID) menunjukkan risiko lebih tinggi untuk STSS.

Prevalensi Streptococcal Toxic Shock Syndrome Pasca COVID-19

Pasca COVID-19, prevalensi STSS menunjukkan beberapa perubahan yang signifikan:

  1. Populasi yang Rentan: Individu yang baru saja pulih dari COVID-19, terutama mereka yang memiliki komorbiditas atau sistem imun yang lemah, menunjukkan risiko yang lebih tinggi untuk mengembangkan STSS.
  2. Kasus di Anak-anak: Beberapa laporan menunjukkan adanya peningkatan kasus STSS pada anak-anak yang juga terkena dampak oleh sindrom inflamasi multisistem (MIS-C) pasca COVID-19.
  3. Gejala yang Lebih Parah: Pasca COVID-19, gejala STSS cenderung lebih parah dan memerlukan perawatan medis yang lebih intensif, kemungkinan karena adanya dampak residual dari infeksi COVID-19 yang memperburuk respons tubuh terhadap infeksi bakteri.

Studi Kasus dan Data Epidemiologi

  1. Studi di Amerika Serikat: Sebuah studi di Amerika Serikat menunjukkan bahwa selama puncak pandemi COVID-19, terdapat penurunan signifikan dalam kasus STSS, namun pasca pelonggaran pembatasan, angka kasus STSS meningkat tajam, terutama di populasi yang sebelumnya terinfeksi COVID-19.
  2. Data di Eropa: Di Eropa, beberapa negara melaporkan peningkatan kasus STSS pada anak-anak yang memiliki riwayat infeksi COVID-19, menunjukkan korelasi antara infeksi virus dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi bakteri.

Epidemiologi Global

  1. Pravalensi di Amerika Serikat
    • Data CDC: Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), sebelum pandemi COVID-19, terdapat sekitar 1-2 kasus STSS per 100,000 orang setiap tahunnya di Amerika Serikat.
    • Pasca COVID-19: Kasus STSS meningkat, terutama di kalangan individu yang memiliki riwayat infeksi COVID-19. Tahun 2022 mencatat peningkatan signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
  1. Pravalensi di Eropa
    • Data ECDC: European Centre for Disease Prevention and Control (ECDC) melaporkan bahwa negara-negara Eropa seperti Inggris, Prancis, dan Jerman mengalami peningkatan kasus STSS pasca pandemi. Pada tahun 2021-2022, kasus STSS meningkat sekitar 20-30% dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
    • Penelitian di Inggris: Sebuah studi di Inggris mencatat bahwa 15% kasus STSS terjadi pada pasien yang baru pulih dari COVID-19.
  1. Pravalensi di Asia
    • Jepang: Lonjakan kasus STSS dilaporkan di Jepang pasca gelombang COVID-19, dengan peningkatan kasus hingga 25% pada tahun 2023 dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Kasus-kasus ini terutama ditemukan pada anak-anak dan individu dengan komorbiditas.
    • China dan Korea Selatan: Kedua negara ini juga melaporkan peningkatan kasus STSS, meskipun data spesifiknya bervariasi.

Faktor Risiko dan Pemicu

  • Komorbiditas: Pasien dengan diabetes, penyakit jantung, atau kondisi imunokompromis lebih rentan terhadap STSS.
  • Infeksi COVID-19: Individu yang baru saja pulih dari COVID-19 memiliki risiko lebih tinggi terkena STSS, kemungkinan karena melemahnya sistem kekebalan tubuh.
  • Kondisi Lingkungan: Tempat dengan kebersihan yang buruk dan keramaian tinggi dapat meningkatkan risiko penyebaran Streptococcus grup A.

Pencegahan dan Penanganan STSS Pasca COVID-19

  1. Vaksinasi: Memperoleh vaksinasi COVID-19 dapat membantu mengurangi risiko komplikasi infeksi sekunder seperti STSS dengan memperkuat sistem imun.
  2. Perawatan Medis Rutin: Mengakses perawatan medis secara rutin dan segera mengobati luka atau infeksi kulit dapat mencegah perkembangan STSS.
  3. Kebersihan yang Baik: Melanjutkan praktik kebersihan yang baik, termasuk mencuci tangan dan menjaga kebersihan luka, tetap penting dalam mencegah infeksi Streptococcus grup A.

Kesimpulan

Pasca pandemi COVID-19, Streptococcal Toxic Shock Syndrome telah menunjukkan peningkatan dalam prevalensi dan keparahan gejala, terutama di populasi yang sebelumnya terinfeksi COVID-19. Peningkatan kewaspadaan, pencegahan infeksi, dan akses ke perawatan medis yang tepat sangat penting untuk mengurangi dampak dari STSS di masa mendatang. Studi dan pemantauan berkelanjutan diperlukan untuk memahami lebih lanjut hubungan antara COVID-19 dan peningkatan kejadian STSS.

Daftar Pustaka

  1. CDC – Streptococcal Toxic Shock Syndrome (STSS). Centers for Disease Control and Prevention. https://www.cdc.gov/groupastrep/diseases-hcp/stss.html
  2. Mayo Clinic – Toxic Shock Syndrome. Mayo Clinic. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/toxic-shock-syndrome/symptoms-causes/syc-20355384
  3. NIH – Streptococcal Infections. National Institutes of Health. https://www.nih.gov/news-events/nih-research-matters/understanding-streptococcal-infections
  4. PubMed – Streptococcal Toxic Shock Syndrome: A Review. National Library of Medicine. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/
  5. Journal of Infection – Increased Incidence of Streptococcal Toxic Shock Syndrome Post-COVID-19. Journal of Infection. https://www.journalofinfection.com/article/S0163-4453(21)00467-1/fulltext
    dr. Maria Alfiani Kusnowati
    Author: dr. Maria Alfiani Kusnowati

    Dokter Umum. Universitas Kristen Maranatha angkatan 2013. Internship di RSUD Waled dan Puskesmas Losari Kabupaten Cirebon (2019). Bekerja di RS Bunda Pengharapan Merauke, Papua Selatan (2020-2023).

    2 komentar untuk “Streptococcal Toxic Shock Syndrome Pasca COVID-19”

    Tinggalkan Komentar

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    Scroll to Top