8. Keterlibatan Kolon/Mikrobiota
Mikrobiota usus, komunitas mikroorganisme yang hidup di saluran pencernaan manusia, memainkan peran penting dalam kesehatan dan penyakit. Disbiosis, atau ketidakseimbangan dalam komposisi mikrobiota usus, telah diidentifikasi sebagai faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan berbagai penyakit metabolik, termasuk Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2). Penelitian terbaru menunjukkan bahwa mikrobiota usus dapat mempengaruhi homeostasis glukosa dan perkembangan resistensi insulin.
Mekanisme Keterlibatan Mikrobiota Usus dalam Patogenesis DMT2
Disbiosis Usus:
- Perubahan Komposisi Mikrobiota: Pada individu dengan obesitas dan DMT2, terdapat perubahan dalam komposisi mikrobiota usus, termasuk penurunan bakteri penghasil butirat (seperti Faecalibacterium prausnitzii) dan peningkatan bakteri patogen (seperti Enterobacteriaceae).
- Ketidakseimbangan Firmicutes dan Bacteroidetes: Penelitian menunjukkan bahwa rasio Firmicutes/Bacteroidetes yang tinggi berkorelasi dengan obesitas dan resistensi insulin.
Produksi Metabolit:
- Asam Lemak Rantai Pendek (SCFA): Mikrobiota usus memproduksi SCFA seperti asetat, propionat, dan butirat melalui fermentasi serat makanan. SCFA memiliki peran penting dalam metabolisme glukosa dan lipid. Butirat, khususnya, memiliki efek anti-inflamasi dan meningkatkan sensitivitas insulin.
- Metabolit Lainnya: Selain SCFA, mikrobiota usus juga memproduksi metabolit lain seperti asam empedu yang dapat mempengaruhi metabolisme melalui aktivasi reseptor seperti FXR (farnesoid X receptor) dan TGR5 (G-protein-coupled bile acid receptor).
Modulasi Jalur Sinyal:
- GLP-1 dan PYY: Mikrobiota usus dapat memodulasi sekresi hormon usus seperti GLP-1 (glucagon-like peptide-1) dan PYY (peptide YY), yang berperan dalam regulasi glukosa darah dan nafsu makan.
- Jalur Sinyal Insulin: Disbiosis dapat mempengaruhi jalur sinyal insulin melalui modulasi jalur sinyal TLR4 dan inflamasi.
Interaksi dengan Diet:
- Diet Tinggi Lemak dan Rendah Serat: Diet tinggi lemak dan rendah serat dapat mengubah komposisi mikrobiota usus, meningkatkan produksi LPS dan inflamasi sistemik.
- Diet Tinggi Serat: Diet yang kaya serat mendukung pertumbuhan bakteri penghasil SCFA dan dapat meningkatkan sensitivitas insulin serta mengurangi inflamasi.
Dampak Disbiosis Usus pada Patogenesis DMT2
Resistensi Insulin:
- Inflamasi Sistemik: Peningkatan permeabilitas usus dan LPS menyebabkan inflamasi sistemik yang menghambat jalur sinyal insulin dan menginduksi resistensi insulin di jaringan perifer seperti otot dan hati.
- Efek Metabolit: Penurunan produksi SCFA dan perubahan dalam metabolit lain yang dihasilkan oleh mikrobiota usus berkontribusi pada resistensi insulin.
Disfungsi Sel Beta Pankreas:
- Stres Oksidatif dan Inflamasi: Inflamasi kronis yang diinduksi oleh disbiosis dapat menyebabkan stres oksidatif dan kerusakan sel beta pankreas, mengurangi kemampuan mereka untuk memproduksi dan mensekresi insulin.
Disregulasi Metabolisme Lipid:
- Peningkatan Lipolisis: Disbiosis dapat menyebabkan peningkatan lipolisis di jaringan adiposa, yang meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam darah. Asam lemak bebas ini dapat menyebabkan resistensi insulin dan disfungsi sel beta pankreas.
Pendekatan Terapi untuk Mengatasi Disbiosis Usus pada DMT2
Probiotik dan Prebiotik:
- Probiotik: Suplemen probiotik yang mengandung bakteri menguntungkan seperti Lactobacillus dan Bifidobacterium dapat membantu memulihkan keseimbangan mikrobiota usus dan meningkatkan kontrol glikemik.
- Prebiotik: Prebiotik seperti inulin dan fruktooligosakarida (FOS) mendukung pertumbuhan bakteri menguntungkan dan produksi SCFA.
Diet Tinggi Serat:
- Meningkatkan Asupan Serat: Diet yang kaya serat dari buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian dapat meningkatkan produksi SCFA dan mendukung kesehatan mikrobiota usus.
- Pengurangan Lemak Jenuh: Mengurangi asupan lemak jenuh dapat mengurangi inflamasi dan mendukung komposisi mikrobiota yang sehat.
Modulasi Metabolit:
- Intervensi Farmakologis: Pengembangan obat yang menargetkan reseptor metabolit seperti FXR dan TGR5 dapat membantu mengatur metabolisme glukosa dan lipid melalui modulasi mikrobiota usus.
9. Disfungsi Sistem Imun
Selain faktor metabolik, disfungsi sistem imun juga berperan penting dalam patogenesis DMT2. Disfungsi ini melibatkan berbagai mekanisme inflamasi yang mengganggu regulasi glukosa dan homeostasis energi.
Mekanisme Disfungsi Sistem Imun dalam Patogenesis DMT2
Peran Makrofag dalam Jaringan Adiposa:
- Infiltrasi Makrofag: Pada individu dengan obesitas, terjadi infiltrasi makrofag ke dalam jaringan adiposa. Makrofag ini mengalami aktivasi dan mengubah fenotipnya menjadi tipe pro-inflamasi (M1).
- Produksi Sitokin Pro-inflamasi: Makrofag M1 di jaringan adiposa memproduksi sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α, IL-6, dan MCP-1. Sitokin ini menginduksi resistensi insulin melalui mekanisme yang melibatkan peningkatan fosforilasi serin pada IRS-1 (Insulin Receptor Substrate-1), yang menghambat jalur sinyal insulin.
Peran Limfosit T:
- Tipe dan Fungsi Sel T: Limfosit T juga berperan dalam inflamasi pada DMT2. Sel T helper (Th1) dan Th17 memproduksi sitokin pro-inflamasi yang mendukung peradangan kronis, sedangkan Treg (regulatory T cells) memiliki efek anti-inflamasi.
- Ketidakseimbangan Sel T: Pada DMT2, terdapat ketidakseimbangan antara sel T pro-inflamasi dan anti-inflamasi, yang berkontribusi pada inflamasi kronis dan resistensi insulin.
Peran Sitokin dan Kemokin:
- Sitokin Pro-inflamasi: Sitokin seperti TNF-α, IL-6, dan IL-1β berperan dalam menginduksi resistensi insulin. TNF-α menghambat jalur sinyal insulin melalui peningkatan fosforilasi serin pada IRS-1, sedangkan IL-6 mempengaruhi metabolisme glukosa dan lipid.
- Kemokin: Kemokin seperti MCP-1 menarik sel imun ke jaringan adiposa, memperburuk inflamasi lokal dan resistensi insulin.
Stres Oksidatif:
- Produksi ROS: Inflamasi kronis menyebabkan peningkatan produksi species oksigen reaktif (ROS) di jaringan adiposa dan pankreas. ROS berkontribusi pada resistensi insulin dengan merusak protein dan lipid seluler serta mengganggu jalur sinyal insulin.
- Efek ROS pada Sel Beta Pankreas: Stres oksidatif merusak sel beta pankreas, yang mengurangi kapasitas sekresi insulin dan memperburuk hiperglikemia.
Peran Jaringan Adiposa:
- Adipokin: Jaringan adiposa memproduksi adipokin seperti leptin, adiponektin, resistin, dan visfatin. Pada DMT2, terjadi ketidakseimbangan adipokin yang berkontribusi pada resistensi insulin. Leptin dan resistin memiliki efek pro-inflamasi, sedangkan adiponektin memiliki efek anti-inflamasi.
- Disfungsi Adiposit: Pada obesitas dan DMT2, adiposit mengalami hipertrofi dan hiperlplasia, yang menyebabkan hipoksia jaringan dan stres seluler. Hal ini merangsang respons inflamasi dan menginduksi resistensi insulin.
Pengaruh Mikrobiota Usus:
- Disbiosis: Ketidakseimbangan mikrobiota usus (disbiosis) dapat mempengaruhi inflamasi sistemik. Disbiosis mengarah pada peningkatan permeabilitas usus dan translokasi lipopolisakarida (LPS) bakteri ke sirkulasi darah.
- Inflamasi Sistemik: LPS mengaktifkan jalur TLR4 (Toll-like receptor 4) pada sel imun, yang meningkatkan produksi sitokin pro-inflamasi dan berkontribusi pada resistensi insulin.
Dampak Disfungsi Sistem Imun pada Patogenesis DMT2
Disfungsi sistem imun berperan penting dalam patogenesis DMT2 melalui beberapa mekanisme yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin:
Resistensi Insulin:
- Sitokin Pro-inflamasi: Sitokin pro-inflamasi menghambat sinyal insulin melalui mekanisme yang melibatkan fosforilasi serin pada IRS-1, mengurangi sensitivitas insulin di jaringan perifer seperti otot dan hati.
- Stres Oksidatif: Peningkatan produksi ROS mengganggu fungsi mitokondria dan jalur sinyal insulin, memperburuk resistensi insulin.
Disfungsi Sel Beta Pankreas:
- Sitokin Pro-inflamasi: Sitokin seperti IL-1β dan TNF-α dapat menyebabkan apoptosis sel beta dan mengurangi kapasitas sekresi insulin.
- Stres Oksidatif: Stres oksidatif merusak sel beta, mengurangi produksi insulin dan memperburuk hiperglikemia.
Pendekatan Terapi untuk Mengatasi Disfungsi Sistem Imun pada DMT2
Beberapa pendekatan terapi telah dikembangkan untuk mengatasi disfungsi sistem imun dan meningkatkan kontrol glikemik pada DMT2:
Anti-inflamasi:
- Obat Anti-inflamasi: Penggunaan obat anti-inflamasi seperti aspirin atau inhibitor TNF-α dapat mengurangi inflamasi dan resistensi insulin.
- Modulasi Sitokin: Pengembangan terapi yang menargetkan sitokin pro-inflamasi seperti IL-1β atau IL-6 menunjukkan potensi dalam mengurangi inflamasi dan meningkatkan kontrol glikemik.
Antioksidan:
- Suplemen Antioksidan: Penggunaan suplemen antioksidan seperti vitamin E atau C dapat mengurangi stres oksidatif dan memperbaiki fungsi sel beta dan sensitivitas insulin.
- Diet Kaya Antioksidan: Diet yang kaya akan buah-buahan, sayuran, dan makanan antioksidan lainnya dapat membantu mengurangi inflamasi dan resistensi insulin.
Modulasi Mikrobiota Usus:
- Probiotik dan Prebiotik: Penggunaan probiotik dan prebiotik dapat memperbaiki keseimbangan mikrobiota usus, mengurangi inflamasi sistemik, dan meningkatkan kontrol glikemik.
- Diet Kaya Serat: Diet yang tinggi serat dapat mendukung pertumbuhan mikrobiota usus yang sehat dan mengurangi permeabilitas usus.
Latihan Fisik:
- Olahraga Teratur: Aktivitas fisik teratur dapat mengurangi inflamasi sistemik, meningkatkan sensitivitas insulin, dan mengurangi risiko komplikasi DMT2.
- Latihan Intensitas Tinggi: Latihan intensitas tinggi telah terbukti efektif dalam mengurangi inflamasi dan memperbaiki kontrol glikemik.
10. Keterlibatan Lambung/Usus Halus
Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2) adalah penyakit metabolik yang kompleks, dengan patogenesis yang melibatkan berbagai organ dan sistem tubuh, termasuk lambung dan usus halus. Mekanisme yang melibatkan organ-organ ini termasuk gangguan pada hormon incretin, perubahan dalam motilitas gastrointestinal, dan disbiosis usus yang berkontribusi pada gangguan metabolisme glukosa.
Mekanisme Keterlibatan Lambung dan Usus Halus dalam Patogenesis DMT2
Disfungsi Incretin:
- Incretin: Incretin adalah hormon yang dihasilkan oleh sel-sel enteroendokrin di usus halus yang berperan penting dalam regulasi glukosa darah. Dua incretin utama adalah GLP-1 (glucagon-like peptide-1) dan GIP (glucose-dependent insulinotropic polypeptide).
- Sekresi GLP-1 dan GIP: Pada DMT2, sekresi GLP-1 dan GIP sering kali berkurang, dan respons sel beta pankreas terhadap hormon-hormon ini juga menurun. GLP-1 meningkatkan sekresi insulin yang tergantung glukosa dan menghambat sekresi glukagon, sedangkan GIP juga berperan dalam meningkatkan sekresi insulin.
- Degradasi oleh DPP-4: Enzim DPP-4 (dipeptidyl peptidase-4) dengan cepat mendegradasi GLP-1 dan GIP, mengurangi efektivitas incretin dalam mengatur glukosa darah. Inhibitor DPP-4 telah digunakan sebagai terapi untuk meningkatkan kadar incretin aktif dan memperbaiki kontrol glikemik.
Motilitas Gastrointestinal:
- Pengosongan Lambung: Pengosongan lambung yang cepat dapat menyebabkan peningkatan glukosa darah postprandial (setelah makan). Pada beberapa pasien dengan DMT2, motilitas gastrointestinal terganggu, termasuk pengosongan lambung yang abnormal.
- Regulasi Hormon: GLP-1 juga berperan dalam memperlambat pengosongan lambung dan meningkatkan rasa kenyang. Disfungsi sekresi GLP-1 pada DMT2 dapat mengganggu regulasi pengosongan lambung dan meningkatkan risiko hiperglikemia postprandial.
Absorpsi Glukosa di Usus Halus:
- Transporter Glukosa: Transporter glukosa seperti SGLT1 (sodium-glucose co-transporter 1) di usus halus berperan dalam absorpsi glukosa. Pada DMT2, regulasi transporter ini dapat terganggu, yang berkontribusi pada hiperglikemia.
- Inhibitor SGLT2: Meskipun SGLT2 (terutama di ginjal) adalah target utama terapi inhibitor SGLT2, SGLT1 juga berperan dalam absorpsi glukosa di usus. Beberapa inhibitor SGLT2 juga memiliki efek pada SGLT1, mengurangi absorpsi glukosa dari usus dan membantu mengontrol kadar glukosa darah.
Disbiosis Usus:
- Komposisi Mikrobiota: Perubahan dalam komposisi mikrobiota usus dapat mempengaruhi metabolisme glukosa dan respon terhadap insulin. Pada DMT2, sering terjadi penurunan bakteri penghasil butirat dan peningkatan bakteri pro-inflamasi.
- Permeabilitas Usus: Disbiosis usus dapat meningkatkan permeabilitas usus, memungkinkan lipopolisakarida (LPS) bakteri untuk masuk ke sirkulasi darah dan memicu inflamasi sistemik yang berkontribusi pada resistensi insulin.
Dampak Gangguan pada Lambung dan Usus Halus pada Patogenesis DMT2
Regulasi Glukosa Darah:
- Pengaruh Incretin: Penurunan sekresi dan aktivitas incretin mengurangi efek insulinotropik dan meningkatkan glukagon, menyebabkan hiperglikemia. Terapi berbasis incretin seperti agonis GLP-1 dan inhibitor DPP-4 dapat membantu memperbaiki regulasi glukosa darah.
- Pengosongan Lambung: Gangguan pengosongan lambung yang cepat meningkatkan risiko hiperglikemia postprandial, sementara pengosongan lambung yang lambat dapat menyebabkan hipoglikemia.
Peran Motilitas Gastrointestinal:
- Siklus Glukosa Postprandial: Motilitas gastrointestinal yang abnormal mempengaruhi siklus glukosa postprandial, meningkatkan variabilitas glukosa darah dan memperburuk kontrol glikemik.
Interaksi dengan Mikrobiota Usus:
- Inflamasi Sistemik: Disbiosis usus yang menyebabkan peningkatan permeabilitas usus dan translokasi LPS memicu inflamasi sistemik yang berkontribusi pada resistensi insulin dan disfungsi metabolik.
- Produksi Metabolit: Mikrobiota usus memproduksi metabolit seperti SCFA yang berperan dalam homeostasis glukosa. Disbiosis yang mengurangi produksi SCFA memperburuk regulasi glukosa darah.
Pendekatan Terapi untuk Mengatasi Gangguan pada Lambung dan Usus Halus pada DMT2
Agonis GLP-1 dan Inhibitor DPP-4:
- Agonis GLP-1: Terapi dengan agonis GLP-1 meningkatkan sekresi insulin, menghambat sekresi glukagon, dan memperlambat pengosongan lambung, membantu memperbaiki kontrol glikemik.
- Inhibitor DPP-4: Inhibitor DPP-4 mencegah degradasi GLP-1 dan GIP, meningkatkan kadar incretin aktif dan memperbaiki regulasi glukosa darah.
Modulasi Mikrobiota Usus:
- Probiotik dan Prebiotik: Suplemen probiotik dan prebiotik dapat membantu memulihkan keseimbangan mikrobiota usus, mengurangi inflamasi, dan memperbaiki kontrol glikemik.
- Diet Tinggi Serat: Diet tinggi serat mendukung pertumbuhan bakteri menguntungkan dan produksi SCFA, yang berkontribusi pada regulasi glukosa darah.
Inhibitor SGLT:
- Inhibitor SGLT2: Inhibitor SGLT2 mengurangi reabsorpsi glukosa di ginjal dan juga memiliki efek pada SGLT1 di usus, mengurangi absorpsi glukosa dan membantu mengontrol kadar glukosa darah.
Pengaturan Diet dan Gaya Hidup:
- Diet Seimbang: Mengonsumsi diet yang seimbang dengan asupan karbohidrat kompleks dan serat tinggi dapat membantu mengatur pengosongan lambung dan absorpsi glukosa.
- Latihan Fisik: Aktivitas fisik teratur membantu meningkatkan sensitivitas insulin dan memperbaiki motilitas gastrointestinal.
11. Peningkatan Reabsorpsi Glukosa oleh Ginjal
Pada kondisi normal, ginjal berperan dalam menjaga homeostasis glukosa darah dengan menyaring glukosa dari darah dan kemudian mereabsorpsinya kembali sesuai kebutuhan tubuh. Pada DMT2, proses ini mengalami gangguan sehingga memperburuk hiperglikemia.
Fisiologi Reabsorpsi Glukosa di Ginjal
Ginjal memfilter sekitar 180 gram glukosa per hari melalui glomerulus. Sebagian besar glukosa yang difilter ini direabsorpsi kembali ke dalam darah di tubulus proksimal ginjal. Proses reabsorpsi glukosa diatur oleh dua transporter utama:
- SGLT2 (Sodium-Glucose Cotransporter 2): Transporter ini terletak di segmen awal tubulus proksimal dan bertanggung jawab untuk sekitar 90% reabsorpsi glukosa.
- SGLT1 (Sodium-Glucose Cotransporter 1): Transporter ini terletak di segmen akhir tubulus proksimal dan bertanggung jawab untuk sekitar 10% reabsorpsi glukosa.
Mekanisme Peningkatan Reabsorpsi Glukosa pada DMT2
Pada DMT2, terjadi peningkatan ekspresi dan aktivitas transporter SGLT2, yang menyebabkan peningkatan reabsorpsi glukosa oleh ginjal. Beberapa mekanisme yang berkontribusi terhadap peningkatan reabsorpsi glukosa meliputi:
Ekspresi SGLT2 yang Meningkat:
Pada pasien dengan DMT2, terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT2 di tubulus proksimal ginjal. Peningkatan ekspresi ini menyebabkan peningkatan jumlah transporter SGLT2 yang aktif, yang meningkatkan reabsorpsi glukosa.
Ambang Batas Ginjal untuk Glukosa yang Meningkat:
Ginjal memiliki ambang batas tertentu untuk reabsorpsi glukosa, yang disebut TmG (Transport Maximum for Glucose). Pada DMT2, ambang batas ini meningkat, sehingga ginjal dapat mereabsorpsi lebih banyak glukosa sebelum glukosa muncul dalam urin.
Resistensi Insulin:
Resistensi insulin yang terjadi pada DMT2 dapat mempengaruhi fungsi ginjal dan meningkatkan reabsorpsi glukosa melalui mekanisme yang tidak sepenuhnya dipahami, namun melibatkan kompleksitas interaksi antara hormon dan metabolit.
Dampak Peningkatan Reabsorpsi Glukosa pada Hiperglikemia
Peningkatan reabsorpsi glukosa oleh ginjal memiliki beberapa dampak signifikan terhadap kontrol glikemik pada DMT2:
Hiperglikemia Kronis:
Dengan peningkatan reabsorpsi glukosa, lebih sedikit glukosa yang diekskresikan melalui urin, yang berkontribusi langsung terhadap hiperglikemia kronis.
Beban Kerja Sel Beta Pankreas yang Meningkat:
Hiperglikemia yang terus-menerus menyebabkan peningkatan beban kerja pada sel beta pankreas untuk mengeluarkan lebih banyak insulin, yang dapat mempercepat disfungsi sel beta dan memperburuk kontrol glikemik.
Komplikasi Ginjal:
Hiperglikemia kronis dapat merusak struktur dan fungsi ginjal, yang berpotensi menyebabkan nefropati diabetik dan memperburuk kerusakan ginjal.
Pendekatan Terapi untuk Mengatasi Peningkatan Reabsorpsi Glukosa
Untuk mengatasi peningkatan reabsorpsi glukosa pada DMT2, beberapa pendekatan terapi telah dikembangkan, terutama yang menargetkan SGLT2:
Inhibitor SGLT2:
Obat-obatan seperti Dapagliflozin, Canagliflozin, dan Empagliflozin: Inhibitor SGLT2 bekerja dengan menghambat aktivitas SGLT2 di ginjal, yang mengurangi reabsorpsi glukosa dan meningkatkan ekskresi glukosa melalui urin (glukosuria). Ini membantu menurunkan kadar glukosa darah dan juga memiliki manfaat tambahan dalam penurunan berat badan dan tekanan darah.
Modifikasi Gaya Hidup:
Diet dan Olahraga: Diet yang tepat dan olahraga teratur dapat membantu mengurangi hiperglikemia dan meningkatkan sensitivitas insulin, yang pada gilirannya dapat mengurangi beban kerja ginjal dalam mereabsorpsi glukosa.
Terapi Kombinasi:
Kombinasi inhibitor SGLT2 dengan obat lain seperti metformin, agonis GLP-1, atau insulin dapat memberikan kontrol glikemik yang lebih baik dengan mekanisme aksi yang sinergis.
Peningkatan reabsorpsi glukosa oleh ginjal merupakan faktor penting dalam patogenesis DMT2 yang berkontribusi terhadap hiperglikemia kronis. Memahami mekanisme ini penting untuk mengembangkan strategi pengobatan yang efektif, termasuk penggunaan inhibitor SGLT2, untuk mengendalikan kadar glukosa darah dan mencegah komplikasi jangka panjang.
Daftar Pustaka
- DeFronzo, R. A., Ferrannini, E., Groop, L., Henry, R. R., Herman, W. H., Holst, J. J., … & Weiss, R. (2015). Type 2 diabetes mellitus. Nature Reviews Disease Primers, 1, 15019. DOI: 10.1038/nrdp.2015.19.
- Drucker, D. J. (2006). The biology of incretin hormones. Cell Metabolism, 3(3), 153-165. DOI: 10.1016/j.cmet.2006.01.004.
- Shulman, G. I. (2000). Cellular mechanisms of insulin resistance. Journal of Clinical Investigation, 106(2), 171-176. DOI: 10.1172/JCI10583.
- Cersosimo, E., & DeFronzo, R. A. (2006). Insulin resistance and endothelial dysfunction: the road map to cardiovascular diseases. Diabetes/Metabolism Research and Reviews, 22(6), 423-436. DOI: 10.1002/dmrr.636.
- Piya, M. K., Tahrani, A. A., & Barnett, A. H. (2010). Emerging treatment options for type 2 diabetes. British Journal of Clinical Pharmacology, 70(5), 631-644. DOI: 10.1111/j.1365-2125.2010.03790.x.
- Muoio, D. M., & Newgard, C. B. (2008). Mechanisms of disease: molecular and metabolic mechanisms of insulin resistance and β-cell failure in type 2 diabetes. Nature Reviews Molecular Cell Biology, 9(3), 193-205. DOI: 10.1038/nrm2327.
- Taylor, R. (2013). Type 2 diabetes: etiology and reversibility. Diabetes Care, 36(4), 1047-1055. DOI: 10.2337/dc12-1805.
- American Diabetes Association. (2018). 2. Classification and diagnosis of diabetes: standards of medical care in diabetes—2018. Diabetes Care, 41(Supplement 1), S13-S27. DOI: 10.2337/dc18-S002.
- Boden, G. (2011). Obesity, insulin resistance and free fatty acids. Current Opinion in Endocrinology, Diabetes and Obesity, 18(2), 139-143. DOI: 10.1097/MED.0b013e3283444b09.
- Hotamisligil, G. S. (2006). Inflammation and metabolic disorders. Nature, 444(7121), 860-867. DOI: 10.1038/nature05485.
- Kahn, S. E., Hull, R. L., & Utzschneider, K. M. (2006). Mechanisms linking obesity to insulin resistance and type 2 diabetes. Nature, 444(7121), 840-846. DOI: 10.1038/nature05482.
- Ye, J. (2013). Mechanisms of insulin resistance in obesity. Frontiers of Medicine, 7(1), 14-24. DOI: 10.1007/s11684-013-0262-6.
- Saltiel, A. R., & Olefsky, J. M. (2017). Inflammatory mechanisms linking obesity and metabolic disease. Journal of Clinical Investigation, 127(1), 1-4. DOI: 10.1172/JCI92035.
- Sladek, R., Rocheleau, G., Rung, J., Dina, C., Shen, L., Serre, D., … & Froguel, P. (2007). A genome-wide association study identifies novel risk loci for type 2 diabetes. Nature, 445(7130), 881-885. DOI: 10.1038/nature05616.
- Scott, L. J., Mohlke, K. L., Bonnycastle, L. L., Willer, C. J., Li, Y., Duren, W. L., … & Boehnke, M. (2007). A genome-wide association study of type 2 diabetes in Finns detects multiple susceptibility variants. Science, 316(5829), 1341-1345. DOI: 10.1126/science.1142382.
- Frayling, T. M., Timpson, N. J., Weedon, M. N., Zeggini, E., Freathy, R. M., Lindgren, C. M., … & McCarthy, M. I. (2007). A common variant in the FTO gene is associated with body mass index and predisposes to childhood and adult obesity. Science, 316(5826), 889-894. DOI: 10.1126/science.1141634.
- Steinthorsdottir, V., Thorleifsson, G., Reynisdottir, I., Benediktsson, R., Jonsdottir, T., Walters, G. B., … & Stefansson, K. (2007). A variant in CDKAL1 influences insulin response and risk of type 2 diabetes. Nature Genetics, 39(6), 770-775. DOI: 10.1038/ng2043.
- Zeggini, E., Weedon, M. N., Lindgren, C. M., Frayling, T. M., Elliott, K. S., Lango, H., … & McCarthy, M. I. (2007). Replication of genome-wide association signals in UK samples reveals risk loci for type 2 diabetes. Science, 316(5829), 1336-1341. DOI: 10.1126/science.1142364.
- Lyssenko, V., Nagorny, C. L., Erdos, M. R., Wierup, N., Jonsson, A., Spegel, P., … & Groop, L. (2009). Common variant in MTNR1B associated with increased risk of type 2 diabetes and impaired early insulin secretion. Nature Genetics, 41(1), 82-88. DOI: 10.1038/ng.288.
- Horikawa, Y., Miyake, K., Yasuda, K., Enya, M., Hirota, Y., Mori, H., … & Kasuga, M. (2008). Replication of genome-wide association studies of type 2 diabetes susceptibility in Japan. Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism, 93(8), 3136-3141. DOI: 10.1210/jc.2007-2720.
- Voight, B. F., Scott, L. J., Steinthorsdottir, V., Morris, A. P., Dina, C., Welch, R. P., … & McCarthy, M. I. (2010). Twelve type 2 diabetes susceptibility loci identified through large-scale association analysis. Nature Genetics, 42(7), 579-589. DOI: 10.1038/ng.609.
- Grarup, N., Sandholt, C. H., Hansen, T., & Pedersen, O. (2014). Genetic susceptibility to type 2 diabetes and obesity: from genome-wide association studies to rare variants and beyond. Diabetologia, 57(8), 1528-1541. DOI: 10.1007/s00125-014-3270-4.
- Cho, Y. S., Chen, C. H., Hu, C., Long, J., Hee Ong, R. T., Sim, X., … & Tai, E. S. (2012). Meta-analysis of genome-wide association studies identifies eight new loci for type 2 diabetes in east Asians. Nature Genetics, 44(1), 67-72. DOI: 10.1038/ng.1019.