Memahami “The Egregious Eleven” dalam Patogenesis Diabetes Mellitus Tipe 2

Pathogenesis of type 2 diabetes

4. Peningkatan Lipolisis

Peningkatan lipolisis dalam patogenesis DM tipe II, yang berkontribusi signifikan terhadap disfungsi metabolik, termasuk resistensi insulin dan hiperglikemia.

Definisi dan Proses Lipolisis

Lipolisis adalah proses pemecahan trigliserida yang tersimpan dalam jaringan adiposa menjadi asam lemak bebas (Free Fatty Acids, FFA) dan gliserol. Proses ini dikatalisasi oleh enzim lipase hormon-sensitif (Hormone-Sensitive Lipase, HSL) dan adipose triglyceride lipase (ATGL). Lipolisis diatur oleh hormon seperti insulin, glukagon, dan katekolamin (adrenalin dan noradrenalin).

Definisi dan Proses Lipolisis:

  • Lipolisis: Proses pemecahan trigliserida dalam jaringan adiposa menjadi asam lemak bebas (free fatty acids, FFA) dan gliserol.
  • Enzim yang Terlibat: Enzim utama yang terlibat dalam lipolisis adalah hormon-sensitive lipase (HSL) dan adipose triglyceride lipase (ATGL).

Regulasi Lipolisis:

  • Hormon: Lipolisis diatur oleh hormon seperti insulin, katekolamin (adrenalin dan noradrenalin), dan somatotropin. Insulin adalah inhibitor kuat dari lipolisis, sementara katekolamin merangsang lipolisis melalui aktivasi reseptor beta-adrenergik.
  • Resistensi Insulin: Pada DMT2, resistensi insulin mengurangi kemampuan insulin untuk menghambat lipolisis, sehingga terjadi peningkatan pelepasan FFA dari jaringan adiposa.

Mekanisme Peningkatan Lipolisis pada DMT2

Pada DMT2, peningkatan lipolisis terjadi karena beberapa mekanisme patofisiologis, termasuk:

Resistensi Insulin di Jaringan Adiposa:
  • Penurunan Efek Anti-Lipolitik Insulin: Insulin memiliki efek anti-lipolitik yang kuat, yaitu menghambat lipolisis di jaringan adiposa. Pada DMT2, resistensi insulin di jaringan adiposa menyebabkan penurunan efek ini, yang mengakibatkan peningkatan lipolisis.
  • Aktivasi Lipase Hormon-Sensitif (HSL) dan ATGL: Resistensi insulin menyebabkan peningkatan aktivitas HSL dan ATGL, yang meningkatkan pemecahan trigliserida menjadi FFA dan gliserol.
Peningkatan Kadar Katekolamin:
  • Pada DMT2, stres kronis dan peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis dapat meningkatkan kadar katekolamin, yang merangsang lipolisis melalui aktivasi reseptor beta-adrenergik di jaringan adiposa.
Pengaruh Hormon Lain:
  • Penurunan Adiponektin: Adiponektin, hormon yang diproduksi oleh jaringan adiposa, memiliki efek anti-lipolitik dan anti-inflamasi. Pada DMT2, kadar adiponektin menurun, yang berkontribusi terhadap peningkatan lipolisis.
  • Peningkatan Kortisol: Kortisol, hormon stres yang memiliki efek lipolitik, sering meningkat pada individu dengan DMT2, yang juga merangsang lipolisis.

Konsekuensi Peningkatan Lipolisis pada DMT2

Peningkatan lipolisis pada DMT2 memiliki beberapa konsekuensi metabolik yang signifikan:

Peningkatan Asam Lemak Bebas (FFA):
  • Resistensi Insulin di Jaringan Perifer: Peningkatan kadar FFA dalam darah dapat menyebabkan resistensi insulin di jaringan perifer seperti otot dan hati, yang mengurangi efektivitas insulin dalam mengatur glukosa darah.
  • Gangguan Fungsi Sel Beta Pankreas: FFA yang tinggi dapat menyebabkan lipotoksisitas, yang merusak sel beta pankreas dan mengganggu sekresi insulin.
Produksi Glukosa Hati yang Meningkat:

Gluconeogenesis: FFA yang tinggi merangsang produksi glukosa oleh hati melalui proses gluconeogenesis, yang berkontribusi terhadap hiperglikemia.

Penumpukan Lemak Ektopik:

Lipotoxicity: FFA yang berlebih dapat menumpuk dalam sel beta pankreas, hati, dan otot, menyebabkan lipotoxicity dan disfungsi sel.

Peradangan Sistemik:

Sitokin Pro-Inflamasi: FFA yang tinggi dapat merangsang produksi sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α dan IL-6 oleh makrofag dan adiposit, yang berkontribusi terhadap peradangan sistemik dan resistensi insulin.

Peran Adipokin

Definisi dan Fungsi Adipokin:
  • Adipokin: Protein yang disekresikan oleh jaringan adiposa yang berperan dalam metabolisme, inflamasi, dan regulasi energi. Contoh adipokin termasuk adiponektin, leptin, resistin, dan TNF-α.
  • Fungsi: Adipokin berperan dalam regulasi sensitivitas insulin, inflamasi, dan metabolisme lipid.
Disfungsi Adipokin pada DMT2:
  • Adiponektin: Adiponektin memiliki efek anti-inflamasi dan meningkatkan sensitivitas insulin. Pada DMT2, kadar adiponektin sering kali menurun, yang berkontribusi pada resistensi insulin dan inflamasi.
  • Leptin: Leptin mengatur nafsu makan dan metabolisme energi. Pada obesitas dan DMT2, terjadi resistensi leptin, yang mengurangi efek leptin dalam mengatur nafsu makan dan meningkatkan lipolisis.
  • Resistin: Resistin dihubungkan dengan resistensi insulin dan inflamasi. Pada DMT2, kadar resistin meningkat, yang berkontribusi pada disfungsi metabolik.
  • Adipokin Pro-Inflamasi: TNF-α, IL-6, dan resistin adalah adipokin pro-inflamasi yang meningkatkan inflamasi sistemik, berkontribusi pada resistensi insulin dan disfungsi metabolik.

Pendekatan Terapi untuk Mengatasi Peningkatan Lipolisis pada DMT2

Untuk mengatasi peningkatan lipolisis dan konsekuensinya pada DMT2, beberapa pendekatan terapi dapat digunakan:

Sensitizer Insulin:
  • Metformin: Metformin meningkatkan sensitivitas insulin dan menurunkan produksi glukosa oleh hati.
  • Thiazolidinediones (TZDs): TZDs meningkatkan sensitivitas insulin di jaringan adiposa, otot, dan hati.
Inhibitor Lipolisis:
  • Niacin: Niacin dapat menghambat lipolisis di jaringan adiposa dan menurunkan kadar FFA.
Modifikasi Gaya Hidup:
  • Diet dan Olahraga: Diet rendah lemak dan olahraga teratur dapat menurunkan kadar FFA dan meningkatkan sensitivitas insulin.
  • Penurunan Berat Badan: Penurunan berat badan dapat mengurangi lemak tubuh, menurunkan lipolisis, dan meningkatkan kontrol glikemik.

Terapi Hormon:

  • Agonis GLP-1: Obat-obatan seperti liraglutide dan exenatide dapat meningkatkan sekresi insulin, mengurangi sekresi glukagon, dan memperlambat pengosongan lambung, yang membantu mengendalikan kadar glukosa darah.

Peningkatan lipolisis memainkan peran penting dalam patogenesis DMT2 dengan meningkatkan kadar FFA, yang berkontribusi terhadap resistensi insulin, hiperglikemia, dan peradangan sistemik.

5. Resistensi Insulin di Otot

Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2) adalah penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia kronis akibat gangguan pada sekresi insulin dan resistensi insulin. Salah satu tempat utama di mana resistensi insulin terjadi adalah jaringan otot rangka, yang memainkan peran penting dalam metabolisme glukosa.

Fisiologi Normal Insulin di Otot

Dalam kondisi normal, insulin berfungsi untuk meningkatkan uptake glukosa oleh sel otot rangka melalui beberapa mekanisme:

  1. Aktivasi Reseptor Insulin: Insulin berikatan dengan reseptor insulin di permukaan sel otot, yang memicu fosforilasi reseptor tersebut dan aktivasi jalur sinyal intraseluler.
  2. Translokasi GLUT4: Jalur sinyal insulin mengarah pada translokasi transporter glukosa tipe 4 (GLUT4) dari vesikel intraseluler ke membran plasma, memungkinkan glukosa masuk ke dalam sel.
  3. Metabolisme Glukosa: Glukosa yang masuk ke sel otot digunakan untuk glikolisis dan penyimpanan glikogen.

Mekanisme Resistensi Insulin di Otot pada DMT2

Pada DMT2, kemampuan insulin untuk meningkatkan uptake glukosa oleh sel otot terganggu, yang disebabkan oleh beberapa mekanisme patofisiologis:

Disfungsi Reseptor Insulin:
  • Penurunan Fosforilasi Reseptor Insulin: Resistensi insulin di otot seringkali disebabkan oleh penurunan fosforilasi reseptor insulin, yang mengurangi aktivasi jalur sinyal insulin.
  • Serine/Threonine Fosforilasi: Stres seluler dan peradangan dapat menyebabkan peningkatan fosforilasi serine/threonine pada reseptor insulin dan IRS-1 (Insulin Receptor Substrate-1), yang menghambat sinyal insulin.
Gangguan Translokasi GLUT4:
  • Aktivasi mTOR/S6K: Jalur sinyal mTOR/S6K yang diaktifkan oleh nutrisi dan insulin dapat menghambat translokasi GLUT4 ke membran plasma, mengurangi uptake glukosa oleh sel otot.
  • Disfungsi Akt: Protein kinase Akt, yang penting untuk translokasi GLUT4, sering kali terganggu pada DMT2, yang menghambat respons glukosa terhadap insulin.
Peningkatan Lipid Intramioseluler:
  • Akumulasi Diacylglycerol (DAG) dan Ceramide: Lipid-lipid ini dapat mengaktifkan protein kinase C (PKC), yang menghambat sinyal insulin dengan meningkatkan fosforilasi serine/threonine pada reseptor insulin dan IRS-1.
  • Lipotoksisitas: Akumulasi lipid di dalam sel otot menyebabkan lipotoksisitas, yang merusak fungsi mitokondria dan meningkatkan stres oksidatif, yang selanjutnya memperburuk resistensi insulin.
Peradangan Kronis:
  • Sitokin Pro-Inflamasi: Sitokin seperti TNF-α, IL-6, dan MCP-1 yang dilepaskan oleh jaringan adiposa dan otot yang meradang dapat menghambat jalur sinyal insulin melalui peningkatan fosforilasi serine pada IRS-1.
  • Makrofag Residen di Otot: Infiltrasi makrofag di jaringan otot dapat melepaskan sitokin yang mengganggu aksi insulin.

Dampak Resistensi Insulin di Otot pada Patogenesis DMT2

Resistensi insulin di otot berkontribusi signifikan terhadap hiperglikemia pada DMT2 melalui beberapa mekanisme:

Penurunan Uptake Glukosa:

Hiperglikemia: Penurunan uptake glukosa oleh otot menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah, yang merupakan karakteristik utama DMT2.

Peningkatan Produksi Glukosa Hati:

Kegagalan Umpan Balik Negatif: Resistensi insulin di otot mengurangi uptake glukosa, yang mengurangi sinyal umpan balik negatif ke hati untuk menurunkan produksi glukosa melalui glukoneogenesis.

Kompensasi oleh Sel Beta Pankreas:

Hiperinsulinemia: Untuk mengatasi resistensi insulin, sel beta pankreas meningkatkan sekresi insulin, yang pada awalnya dapat mengimbangi hiperglikemia tetapi akhirnya menyebabkan kelelahan sel beta dan penurunan produksi insulin.

Pendekatan Terapi untuk Mengatasi Resistensi Insulin di Otot

Beberapa pendekatan terapi telah dikembangkan untuk mengatasi resistensi insulin di otot dan meningkatkan kontrol glikemik pada DMT2:

Sensitizer Insulin:
  • Metformin: Meningkatkan sensitivitas insulin di otot dengan mengurangi produksi glukosa oleh hati dan meningkatkan uptake glukosa perifer.
  • Thiazolidinediones (TZDs): Meningkatkan sensitivitas insulin dengan mengaktifkan PPAR-γ, yang mengatur metabolisme lipid dan meningkatkan sinyal insulin di otot.
Aktivitas Fisik dan Latihan:
  • Olahraga: Meningkatkan sensitivitas insulin dan uptake glukosa oleh otot melalui peningkatan ekspresi dan aktivitas GLUT4.
  • Latihan Resistensi: Meningkatkan massa otot dan fungsi metabolik, yang membantu mengurangi resistensi insulin.
Modifikasi Diet:
  • Diet Rendah Lemak dan Karbohidrat: Membantu mengurangi akumulasi lipid di dalam sel otot dan meningkatkan sensitivitas insulin.
  • Asupan Antioksidan: Membantu mengurangi stres oksidatif dan peradangan yang berkontribusi terhadap resistensi insulin.
Terapi Kombinasi:
  • Kombinasi Obat: Penggunaan kombinasi metformin, TZDs, dan agen lain seperti agonis GLP-1 atau inhibitor SGLT2 dapat memberikan kontrol glikemik yang lebih baik dengan mekanisme aksi yang berbeda.

6. Resistensi Insulin di Hati

Hati merupakan organ kunci dalam pengaturan homeostasis glukosa, berperan penting dalam produksi glukosa melalui glukoneogenesis dan glikogenolisis serta penyimpanan glukosa sebagai glikogen. Resistensi insulin di hati adalah salah satu mekanisme utama yang menyebabkan hiperglikemia pada DMT2.

Fisiologi Normal Insulin di Hati

Insulin berperan penting dalam mengatur metabolisme glukosa di hati melalui beberapa mekanisme:

Penurunan Glukoneogenesis:

Insulin menghambat enzim-enzim kunci dalam jalur glukoneogenesis, seperti phosphoenolpyruvate carboxykinase (PEPCK) dan glucose-6-phosphatase (G6Pase), yang mengurangi produksi glukosa oleh hati.

Penghambatan Glikogenolisis:

Insulin menghambat pemecahan glikogen menjadi glukosa melalui penghambatan enzim glikogen fosforilase, sehingga menurunkan pelepasan glukosa dari hati.

Stimulasi Glikogenesis:

Insulin merangsang sintesis glikogen melalui aktivasi enzim glikogen sintase, yang meningkatkan penyimpanan glukosa dalam bentuk glikogen di hati.

Mekanisme Resistensi Insulin di Hati pada DMT2

Pada DMT2, terjadi resistensi insulin di hati yang mengganggu pengaturan glukosa normal dan berkontribusi terhadap hiperglikemia melalui beberapa mekanisme:

Aktivasi Glukoneogenesis:

Resistensi insulin menyebabkan penurunan penghambatan insulin pada enzim-enzim glukoneogenik seperti PEPCK dan G6Pase, yang meningkatkan produksi glukosa oleh hati meskipun kadar glukosa darah sudah tinggi.

Peningkatan Glikogenolisis:

Pada keadaan resistensi insulin, kemampuan insulin untuk menghambat glikogenolisis terganggu, yang menyebabkan peningkatan pelepasan glukosa dari penyimpanan glikogen hati.

Penurunan Sintesis Glikogen:

Resistensi insulin mengurangi aktivitas glikogen sintase, yang menyebabkan penurunan penyimpanan glukosa sebagai glikogen, sehingga lebih banyak glukosa dilepaskan ke sirkulasi.

Disfungsi Jalur Sinyal Insulin:

Jalur sinyal insulin yang terganggu, termasuk penurunan fosforilasi pada reseptor insulin dan IRS-1 serta gangguan pada jalur PI3K/Akt, mengurangi efek insulin pada hati.

Peran Asam Lemak Bebas:

Peningkatan kadar asam lemak bebas dalam darah dapat menghambat jalur sinyal insulin di hati dan meningkatkan produksi glukosa melalui aktivasi jalur sinyal yang menginduksi glukoneogenesis.

Peradangan dan Stres Oksidatif:

Sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α dan IL-6 yang dilepaskan dari jaringan adiposa dapat menghambat sinyal insulin di hati dan meningkatkan resistensi insulin melalui mekanisme yang melibatkan stres oksidatif.

Dampak Resistensi Insulin di Hati pada Hiperglikemia

Resistensi insulin di hati memiliki dampak yang signifikan pada kontrol glikemik pada DMT2 melalui beberapa cara:

Hiperglikemia Puasa:

Resistensi insulin menyebabkan peningkatan produksi glukosa oleh hati bahkan selama periode puasa, yang berkontribusi pada hiperglikemia puasa yang sering diamati pada pasien dengan DMT2.

Hiperglikemia Pasca-Prandial:

Ketidakmampuan insulin untuk menghambat produksi glukosa oleh hati setelah makan juga berkontribusi pada hiperglikemia pasca-prandial.

Beban Kerja Sel Beta Pankreas:

Hiperglikemia yang diinduksi oleh resistensi insulin di hati meningkatkan kebutuhan akan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kelelahan dan disfungsi sel beta.

Pendekatan Terapi untuk Mengatasi Resistensi Insulin di Hati

Beberapa pendekatan terapi telah dikembangkan untuk mengatasi resistensi insulin di hati dan meningkatkan kontrol glikemik pada DMT2:

Metformin:

Metformin adalah obat yang paling umum digunakan untuk mengatasi resistensi insulin di hati. Obat ini mengurangi produksi glukosa oleh hati dengan menghambat glukoneogenesis dan meningkatkan sensitivitas insulin.

Thiazolidinediones (TZDs):

TZDs meningkatkan sensitivitas insulin dengan mengaktifkan PPAR-γ, yang memodulasi ekspresi gen yang terlibat dalam metabolisme glukosa dan lipid, sehingga mengurangi produksi glukosa oleh hati.

Agonis GLP-1:

Agonis GLP-1 meningkatkan sekresi insulin dan mengurangi sekresi glukagon, yang membantu mengontrol produksi glukosa oleh hati.

Modifikasi Gaya Hidup:

Diet yang seimbang dan olahraga teratur dapat membantu mengurangi resistensi insulin di hati dan meningkatkan kontrol glikemik secara keseluruhan.

Inhibitor SGLT2:

Meskipun mekanisme utamanya adalah meningkatkan ekskresi glukosa melalui urin, inhibitor SGLT2 juga memiliki efek positif pada kontrol glukosa dengan mengurangi beban glukosa pada hati.

Resistensi insulin di hati memainkan peran sentral dalam patogenesis DMT2, menyebabkan peningkatan produksi glukosa dan hiperglikemia kronis.

7. Disfungsi Neurotransmitter pada Otak

Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2) adalah penyakit kompleks yang melibatkan berbagai faktor patofisiologis. Salah satu faktor yang sering kurang diperhatikan namun sangat penting adalah disfungsi neurotransmitter dalam sistem saraf pusat (SSP). Disfungsi ini berperan dalam regulasi metabolisme glukosa dan kontribusinya terhadap resistensi insulin dan hiperglikemia.

Peran Sistem Saraf Pusat dalam Regulasi Metabolisme

Sistem saraf pusat, terutama otak, memainkan peran kunci dalam mengatur metabolisme glukosa melalui beberapa mekanisme:

  1. Pengaturan Nafsu Makan: Otak mengontrol asupan makanan melalui pusat-pusat di hipotalamus yang merespon sinyal hormonal seperti leptin, ghrelin, dan insulin.
  2. Kontrol Homeostasis Energi: Otak mengatur keseimbangan antara asupan energi dan pengeluaran energi.
  3. Sinyal Neuroendokrin: Otak mengirimkan sinyal neuroendokrin yang mempengaruhi sekresi hormon dari organ lain seperti pankreas, hati, dan jaringan adiposa.

Neurotransmitter dan Metabolisme Glukosa

Neurotransmitter adalah bahan kimia yang digunakan oleh neuron untuk berkomunikasi satu sama lain. Beberapa neurotransmitter penting dalam regulasi metabolisme glukosa adalah:

  1. Insulin: Meskipun bukan neurotransmitter, insulin berperan penting dalam pengaturan kadar glukosa darah dengan mempengaruhi otak melalui reseptor insulin di hipotalamus.
  2. Dopamin: Dopamin juga berperan dalam regulasi asupan makanan dan homeostasis glukosa.
  3. Serotonin: Mengatur suasana hati dan perilaku makan, serotonin juga mempengaruhi sensitivitas insulin.
  4. Norepinefrin: Berperan dalam respons stres, norepinefrin dapat mempengaruhi glukoneogenesis dan glikogenolisis di hati.

Disfungsi Neurotransmitter dalam DMT2

Pada DMT2, terdapat beberapa perubahan patofisiologis dalam sinyal neurotransmitter yang mempengaruhi metabolisme glukosa:

  1. Resistensi Insulin di Otak: Pada DMT2, terdapat resistensi insulin di otak yang mengurangi efek anoreksigenik insulin, sehingga meningkatkan nafsu makan dan asupan makanan.
  2. Gangguan Sinyal Dopamin: Disfungsi dopaminergic berhubungan dengan perilaku makan yang berlebihan dan preferensi terhadap makanan tinggi kalori, yang berkontribusi pada obesitas dan resistensi insulin.
  3. Penurunan Serotonin: Penurunan aktivitas serotonin di otak dapat meningkatkan asupan makanan dan mengurangi pengeluaran energi, memperburuk obesitas dan resistensi insulin.
  4. Peningkatan Aktivitas Norepinefrin: Aktivitas norepinefrin yang meningkat dapat merangsang produksi glukosa oleh hati, yang berkontribusi pada hiperglikemia.

Mekanisme Disfungsi Neurotransmitter

  1. Stres Oksidatif: Stres oksidatif yang tinggi pada DMT2 dapat merusak neuron dan mengganggu sinyal neurotransmitter.
  2. Peradangan: Peradangan kronis dapat mempengaruhi fungsi otak dan mengubah sinyal neuroendokrin, memperburuk resistensi insulin.
  3. Disfungsi Mitokondria: Disfungsi mitokondria dalam neuron dapat mengurangi produksi ATP, yang diperlukan untuk sinyal neurotransmitter yang efektif.
  4. Gangguan pada Reseptor Neurotransmitter: Perubahan pada ekspresi atau fungsi reseptor neurotransmitter dapat mengganggu komunikasi antar neuron.

Implikasi Klinis

Memahami peran disfungsi neurotransmitter dalam patogenesis DMT2 dapat membuka jalan untuk pendekatan terapi baru. Pendekatan ini bisa mencakup:

  1. Pengobatan Targeted untuk Reseptor Neurotransmitter: Penggunaan agonis atau antagonis spesifik untuk memperbaiki sinyal neurotransmitter.
  2. Intervensi Psikologis: Terapi perilaku untuk mengurangi stres dan memperbaiki pola makan.
  3. Antioksidan: Suplemen antioksidan untuk mengurangi stres oksidatif.

Disfungsi neurotransmitter memainkan peran penting dalam patogenesis DMT2 dengan mempengaruhi regulasi metabolisme glukosa, asupan makanan, dan keseimbangan energi.

dr. Maria Alfiani Kusnowati
Author: dr. Maria Alfiani Kusnowati

Dokter Umum. Universitas Kristen Maranatha angkatan 2013. Internship di RSUD Waled dan Puskesmas Losari Kabupaten Cirebon (2019). Bekerja di RS Bunda Pengharapan Merauke, Papua Selatan (2020-2023).

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top