Memahami “The Egregious Eleven” dalam Patogenesis Diabetes Mellitus Tipe 2

Pathogenesis of type 2 diabetes

Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2) merupakan penyakit metabolik yang kompleks dengan patogenesis yang melibatkan banyak organ dan sistem dalam tubuh. Untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang penyakit ini, Ralph DeFronzo memperkenalkan konsep “The Egregious Eleven,” yang menjelaskan sebelas faktor patofisiologis utama yang berkontribusi pada hiperglikemia dalam DMT2.

Pathogenesis of type 2 diabetes
“The Egregious Eleven” memberikan pandangan komprehensif tentang patogenesis DMT2 yang melibatkan berbagai organ dan jalur metabolik.
Type 2 Diabetes Targeted Therapy, The egregious eleven
Pemahaman faktor-faktor The Egregious Eleven penting untuk pengembangan strategi pengobatan yang efektif dan komprehensif, dengan tujuan utama mengendalikan hiperglikemia dan mencegah komplikasi jangka panjang dari diabetes.

1. Disfungsi Sel Beta Pankreas

Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2) adalah kondisi metabolik kronis yang ditandai oleh hiperglikemia, yang terjadi akibat kombinasi resistensi insulin dan disfungsi sel beta pankreas. Sel beta pankreas berfungsi untuk memproduksi dan mensekresikan insulin, hormon yang mengatur kadar glukosa darah. Disfungsi sel beta pankreas adalah salah satu faktor kunci dalam patogenesis DMT2 dan berkontribusi signifikan terhadap perkembangan dan progresi penyakit ini.

Fungsi Normal Sel Beta Pankreas

Sel beta pankreas terletak di pulau Langerhans pankreas dan bertanggung jawab atas produksi dan sekresi insulin sebagai respons terhadap peningkatan kadar glukosa darah. Insulin kemudian berfungsi untuk:

  1. Meningkatkan Pengambilan Glukosa: Insulin meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan jaringan adiposa melalui peningkatan jumlah transporter glukosa (GLUT4) pada membran sel.
  2. Menghambat Glukoneogenesis: Insulin menghambat produksi glukosa baru oleh hati.
  3. Meningkatkan Sintesis Glikogen: Insulin merangsang konversi glukosa menjadi glikogen untuk disimpan di hati dan otot.
  4. Mengatur Metabolisme Lipid: Insulin menghambat lipolisis dan meningkatkan sintesis lipid.

Amilin

Amilin juga dikenal sebagai islet amyloid polypeptide (IAPP), adalah hormon peptida yang disekresikan bersama insulin oleh sel beta pankreas. Amilin memainkan beberapa peran dalam regulasi metabolisme glukosa, tetapi disfungsi atau penumpukan abnormalnya dapat berkontribusi pada patogenesis Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2). Berikut adalah penjelasan lebih lengkap mengenai keterlibatan amilin dalam patogenesis DMT2:

Fungsi Normal Amilin

Amilin bekerja secara sinergis dengan insulin untuk mengatur kadar glukosa darah dengan beberapa cara:

  1. Penghambatan Sekresi Glukagon: Amilin menghambat sekresi glukagon dari sel alfa pankreas, yang membantu mencegah kenaikan glukosa darah pasca prandial (setelah makan).
  2. Memperlambat Pengosongan Lambung: Amilin memperlambat pengosongan lambung, yang membantu mengendalikan laju penyerapan glukosa dari makanan ke dalam darah.
  3. Mengatur Asupan Makanan: Amilin juga memiliki efek pada sistem saraf pusat, di mana ia dapat mengurangi asupan makanan dengan memberikan sinyal kenyang.
Keterlibatan Amilin dalam Patogenesis DMT2

Pada DMT2, terjadi beberapa perubahan dalam sekresi dan fungsi amilin yang berkontribusi pada penyakit ini:

  1. Sekresi Amilin yang Berlebihan: Pada individu dengan resistensi insulin, sel beta pankreas sering kali menghasilkan lebih banyak insulin untuk mengkompensasi resistensi ini. Karena amilin disekresikan bersama dengan insulin, hal ini juga menyebabkan peningkatan sekresi amilin. Sekresi amilin yang berlebihan dapat menyebabkan agregasi dan pembentukan fibril amiloid.
  2. Pembentukan Amiloid: Amilin dalam bentuk misfolded dapat membentuk fibril amiloid yang bersifat toksik dan menumpuk di sekitar sel beta pankreas. Pembentukan amiloid ini mengganggu fungsi sel beta dan menyebabkan stres oksidatif serta apoptosis (kematian sel) sel beta, yang pada akhirnya mengurangi massa dan fungsi sel beta.
  3. Sitotoksisitas Amiloid Amilin: Fibril amiloid yang dibentuk oleh amilin dapat menyebabkan kerusakan membran sel beta dan menginduksi respon inflamasi. Sitotoksisitas ini berkontribusi pada disfungsi dan hilangnya sel beta yang lebih lanjut, memperburuk hiperglikemia dan progresi DMT2.
  4. Interaksi dengan Insulin: Selain itu, agregasi amilin dapat mengganggu proses sekresi insulin normal, yang memperburuk disfungsi sekresi insulin dan berkontribusi pada kegagalan sel beta pankreas dalam mengkompensasi resistensi insulin.
  5. Pengaruh pada Metabolisme Glukosa: Disfungsi amilin juga dapat mengganggu pengaturan normal metabolisme glukosa, termasuk pengosongan lambung yang tidak teratur dan pengendalian asupan makanan yang terganggu, yang berkontribusi pada ketidakseimbangan glukosa darah.

Secara keseluruhan, amilin memiliki peran penting dalam regulasi homeostasis glukosa melalui penghambatan sekresi glukagon, pengaturan pengosongan lambung, dan pengendalian asupan makanan. Namun, pada patogenesis DMT2, sekresi amilin yang berlebihan dan pembentukan fibril amiloid yang toksik mengarah pada disfungsi dan kematian sel beta pankreas, yang memperburuk hiperglikemia dan progresi penyakit.

Mekanisme Disfungsi Sel Beta Pankreas dalam DMT2

1. Penurunan Sekresi Insulin
  • Mekanisme: Pada DMT2, ada penurunan kemampuan sel beta untuk merespons peningkatan kadar glukosa darah dengan sekresi insulin yang adekuat. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk penurunan massa sel beta dan gangguan pada jalur sinyal sekresi insulin.
  • Faktor Kontributor: Penurunan massa sel beta dapat disebabkan oleh apoptosis yang meningkat, proliferasi yang menurun, atau kombinasi keduanya. Stres oksidatif dan inflamasi kronis juga berperan dalam kerusakan sel beta.
2. Resistensi Glukosa terhadap Sel Beta
  • Mekanisme: Pada kondisi resistensi glukosa, sel beta memerlukan kadar glukosa yang lebih tinggi untuk merangsang sekresi insulin. Hal ini memperburuk hiperglikemia karena respon insulin yang tertunda dan tidak adekuat.
  • Faktor Kontributor: Mutasi genetik, gangguan pada jalur sinyal kalsium, dan disfungsi metabolisme sel beta berkontribusi pada resistensi glukosa.
3. Lipotoxicity dan Glucotoxicity
  • Lipotoxicity: Peningkatan kadar asam lemak bebas (FFA) dalam darah dapat menyebabkan akumulasi lipid di sel beta, mengganggu fungsi sel beta dan menyebabkan apoptosis.
  • Glucotoxicity: Hiperglikemia kronis menyebabkan kerusakan pada sel beta melalui peningkatan produksi radikal bebas dan stres oksidatif, yang merusak DNA, protein, dan membran sel.
4. Disfungsi Mitokondria
  • Mekanisme: Mitokondria adalah pusat produksi energi sel dan memainkan peran penting dalam sekresi insulin. Disfungsi mitokondria mengurangi produksi ATP, yang diperlukan untuk sekresi insulin.
  • Faktor Kontributor: Hiperglikemia dan lipotoxicity dapat merusak mitokondria, mengurangi efisiensi produksi energi dan meningkatkan produksi radikal bebas.
5. Inflamasi dan Stres Oksidatif
  • Mekanisme: Inflamasi kronis pada obesitas menyebabkan peningkatan sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α, IL-6, dan resistin. Sitokin ini mengganggu fungsi sel beta dan menyebabkan apoptosis.
  • Faktor Kontributor: Stres oksidatif yang diinduksi oleh hiperglikemia dan lipotoxicity meningkatkan produksi radikal bebas yang merusak sel beta.
6. Faktor Genetik dan Epigenetik
  • Mekanisme: Faktor genetik dapat mempengaruhi massa dan fungsi sel beta. Variasi genetik pada gen yang terkait dengan perkembangan sel beta, metabolisme glukosa, dan sekresi insulin dapat meningkatkan risiko DMT2.
  • Epigenetik: Modifikasi epigenetik seperti metilasi DNA dan perubahan pada histon dapat mempengaruhi ekspresi gen yang terlibat dalam fungsi sel beta.

Variasi genetik memainkan peran penting dalam kerentanan individu terhadap Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2). Beberapa gen telah diidentifikasi melalui studi asosiasi genom luas (Genome-Wide Association Studies atau GWAS) yang berkontribusi pada risiko DMT2. Berikut adalah beberapa variasi genetik yang paling sering dikaitkan dengan DMT2:

  1. TCF7L2 (Transcription Factor 7-Like 2)
    • Peran: TCF7L2 adalah faktor transkripsi yang berperan dalam jalur pensinyalan Wnt dan regulasi ekspresi gen yang terlibat dalam sekresi insulin.
    • Varian: Polimorfisme rs7903146 pada TCF7L2 adalah salah satu varian genetik yang paling kuat dikaitkan dengan risiko DMT2.
  2. PPARG (Peroxisome Proliferator-Activated Receptor Gamma)
    • Peran: PPARG adalah regulator utama diferensiasi adiposit dan metabolisme lipid serta glukosa.
    • Varian: Polimorfisme Pro12Ala (rs1801282) pada gen PPARG telah dikaitkan dengan risiko DMT2, di mana alel Proline (Pro) meningkatkan risiko dan alel Alanine (Ala) memiliki efek perlindungan.
  3. KCNJ11 (Potassium Voltage-Gated Channel Subfamily J Member 11)
    • Peran: KCNJ11 menyandi subunit Kir6.2 dari saluran kalium ATP-sensitif di sel beta pankreas, yang berperan dalam regulasi sekresi insulin.
    • Varian: Polimorfisme E23K (rs5219) pada gen KCNJ11 telah dikaitkan dengan peningkatan risiko DMT2.
  4. HHEX (Hematopoietically Expressed Homeobox)
    • Peran: HHEX berperan dalam perkembangan pankreas dan fungsi sel beta.
    • Varian: Polimorfisme rs1111875 pada gen HHEX telah dikaitkan dengan risiko DMT2.
  5. CDKAL1 (CDK5 Regulatory Subunit Associated Protein 1-Like 1)
    • Peran: CDKAL1 mempengaruhi fungsi sel beta pankreas dan sekresi insulin.
    • Varian: Polimorfisme rs7754840 pada gen CDKAL1 telah dikaitkan dengan risiko DMT2.
  6. SLC30A8 (Solute Carrier Family 30 Member 8)
    • Peran: SLC30A8 menyandi ZnT8, transporter zinc di sel beta pankreas yang penting untuk pematangan dan sekresi insulin.
    • Varian: Polimorfisme rs13266634 pada gen SLC30A8, di mana alel R (arginine) dikaitkan dengan risiko lebih tinggi dibandingkan alel W (tryptophan).
  7. FTO (Fat Mass and Obesity-Associated Gene)
    • Peran: FTO berperan dalam regulasi keseimbangan energi dan obesitas, yang merupakan faktor risiko utama DMT2.
    • Varian: Polimorfisme rs9939609 pada gen FTO telah dikaitkan dengan obesitas dan peningkatan risiko DMT2.
  8. IGF2BP2 (Insulin-Like Growth Factor 2 mRNA-Binding Protein 2)
    • Peran: IGF2BP2 berperan dalam regulasi pertumbuhan dan perkembangan serta homeostasis glukosa.
    • Varian: Polimorfisme rs4402960 pada gen IGF2BP2 telah dikaitkan dengan risiko DMT2.
  9. MTNR1B (Melatonin Receptor 1B)
    • Peran: MTNR1B menyandi reseptor melatonin yang mempengaruhi sekresi insulin dan regulasi glukosa darah.
    • Varian: Polimorfisme rs10830963 pada gen MTNR1B telah dikaitkan dengan peningkatan risiko DMT2.
  10. GLIS3 (GLIS Family Zinc Finger 3)
    • Peran: GLIS3 terlibat dalam perkembangan pankreas dan fungsi sel beta.
    • Varian: Polimorfisme rs7034200 pada gen GLIS3 telah dikaitkan dengan risiko DMT2.

Implikasi Klinis dan Terapi

1. Pemantauan Fungsi Sel Beta
  • Tes Fungsional: Pengukuran kadar C-peptide dan tes toleransi glukosa oral (OGTT) digunakan untuk menilai fungsi sel beta.
  • Imaging: Teknik pencitraan seperti MRI dan PET dapat digunakan untuk mengevaluasi massa sel beta pankreas.
2. Terapi Farmakologis
  • Insulin Sensitizer: Obat seperti metformin dan thiazolidinediones (TZD) meningkatkan sensitivitas insulin dan mengurangi tekanan pada sel beta untuk menghasilkan insulin dalam jumlah adekuat.
  • Incretin Mimetics: GLP-1 agonist dan DPP-4 inhibitor meningkatkan sekresi insulin yang dimediasi oleh incretin dan mengurangi apoptosis sel beta.
  • Anti-inflamasi: Obat yang menargetkan jalur inflamasi dapat mengurangi stres pada sel beta dan meningkatkan fungsi mereka.
3. Modifikasi Gaya Hidup
  • Diet dan Olahraga: Diet rendah kalori dan latihan fisik teratur dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan mengurangi stres pada sel beta.
  • Penurunan Berat Badan: Penurunan berat badan yang signifikan dapat meningkatkan fungsi sel beta dan sensitivitas insulin.

Disfungsi sel beta pankreas adalah komponen kunci dalam patogenesis DMT2. Penurunan sekresi insulin, resistensi glukosa, lipotoxicity, glucotoxicity, disfungsi mitokondria, inflamasi, stres oksidatif, serta faktor genetik dan epigenetik semuanya berkontribusi pada kerusakan dan disfungsi sel beta. Pemahaman yang lebih mendalam tentang mekanisme ini penting untuk pengembangan strategi pencegahan dan terapi yang lebih efektif untuk DMT2.

2. Defisiensi Incretin

Salah satu faktor penting dalam patogenesis DMT2 adalah defisiensi incretin. Incretin adalah hormon yang meningkatkan sekresi insulin sebagai respons terhadap asupan makanan. Dua incretin utama yang terlibat dalam pengaturan glukosa darah adalah Glucagon-Like Peptide-1 (GLP-1) dan Glucose-Dependent Insulinotropic Polypeptide (GIP).

Peran Incretin dalam Homeostasis Glukosa

Incretin berperan dalam mengatur kadar glukosa darah melalui beberapa mekanisme:

  1. Meningkatkan Sekresi Insulin: Incretin merangsang sel beta pankreas untuk melepaskan insulin sebagai respons terhadap glukosa yang masuk dari saluran cerna.
  2. Menghambat Sekresi Glukagon: GLP-1 menghambat sekresi glukagon dari sel alfa pankreas, yang mengurangi produksi glukosa oleh hati.
  3. Memperlambat Pengosongan Lambung: GLP-1 memperlambat pengosongan lambung, yang membantu mengontrol peningkatan kadar glukosa darah postprandial (setelah makan).
  4. Mengurangi Nafsu Makan: GLP-1 berperan dalam mengurangi nafsu makan melalui aksi pada sistem saraf pusat.

Defisiensi dan Resistensi Incretin pada DMT2

Pada DMT2, terjadi beberapa perubahan dalam sistem incretin yang berkontribusi terhadap hiperglikemia:

  1. Penurunan Sekresi GLP-1: Pada individu dengan DMT2, kadar GLP-1 basal dan postprandial sering kali menurun. Ini mengurangi stimulasi sekresi insulin dan penghambatan sekresi glukagon.
  2. Resistensi Terhadap GLP-1 dan GIP: Sel beta pankreas pada DMT2 mungkin menunjukkan resistensi terhadap efek incretin, sehingga sekresi insulin tidak optimal meskipun kadar incretin cukup.
  3. Degradasi Cepat oleh DPP-4: Enzim dipeptidil peptidase-4 (DPP-4) memecah incretin dengan cepat. Pada DMT2, aktivitas DPP-4 yang tinggi dapat mempercepat degradasi GLP-1 dan GIP, mengurangi efek incretin.
  4. Disfungsi Sel Beta Pankreas: Kerusakan atau disfungsi sel beta pada DMT2 mengurangi respons terhadap incretin, yang semakin memperburuk sekresi insulin.

Mekanisme Defisiensi Incretin

  1. Gangguan pada Sel L di Usus: Sel L di usus kecil bertanggung jawab untuk produksi GLP-1. Pada DMT2, ada penurunan jumlah atau fungsi sel L, yang mengurangi produksi GLP-1.
  2. Peningkatan Aktivitas DPP-4: Aktivitas enzim DPP-4 yang tinggi pada individu dengan DMT2 menyebabkan peningkatan degradasi GLP-1 dan GIP, mengurangi efek incretin.
  3. Resistensi Insulin: Resistensi insulin yang terjadi pada DMT2 dapat mengurangi respons sel beta terhadap incretin, mengurangi sekresi insulin yang dimediasi incretin.
  4. Inflamasi dan Stres Oksidatif: Inflamasi kronis dan stres oksidatif yang sering terjadi pada DMT2 dapat merusak sel beta pankreas dan sel L, mengurangi produksi dan efektivitas incretin.

Dampak Klinis Defisiensi Incretin

Defisiensi incretin memiliki beberapa dampak klinis yang signifikan:

  1. Hiperglikemia Postprandial: Penurunan GLP-1 dan resistensi terhadap incretin menyebabkan sekresi insulin yang tidak memadai setelah makan, yang mengakibatkan hiperglikemia postprandial.
  2. Peningkatan Sekresi Glukagon: Tanpa penghambatan yang memadai oleh GLP-1, sekresi glukagon meningkat, yang menyebabkan peningkatan produksi glukosa oleh hati dan memperburuk hiperglikemia.
  3. Penurunan Kontrol Glikemik: Defisiensi incretin berkontribusi terhadap penurunan kontrol glikemik secara keseluruhan pada individu dengan DMT2.

Pendekatan Terapi untuk Mengatasi Defisiensi Incretin

Untuk mengatasi defisiensi incretin pada DMT2, beberapa pendekatan terapi dapat digunakan:

  1. Agonis Reseptor GLP-1: Obat-obatan seperti exenatide dan liraglutide adalah agonis reseptor GLP-1 yang meniru efek GLP-1 alami, meningkatkan sekresi insulin dan mengurangi sekresi glukagon.
  2. Inhibitor DPP-4: Obat-obatan seperti sitagliptin dan saxagliptin menghambat enzim DPP-4, yang memperlambat degradasi GLP-1 dan GIP, meningkatkan kadar incretin endogen.
  3. Modifikasi Gaya Hidup: Diet sehat, olahraga, dan pengelolaan berat badan dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan meningkatkan respons terhadap incretin.

Defisiensi incretin memainkan peran penting dalam patogenesis DMT2 dengan mengurangi sekresi insulin postprandial dan meningkatkan sekresi glukagon, yang berkontribusi terhadap hiperglikemia.

3. Disfungsi Sel Alfa Pankreas

Komponen kunci dalam patogenesis DMT2 adalah disfungsi sel alfa pankreas, yang berperan dalam regulasi glukosa darah melalui sekresi glukagon. Disfungsi ini berkontribusi signifikan terhadap hiperglikemia yang merupakan ciri khas DMT2.

Peran Sel Alfa Pankreas

Sel alfa pankreas bertanggung jawab untuk produksi dan sekresi glukagon, hormon yang meningkatkan kadar glukosa darah. Fungsi utama glukagon adalah merangsang glukoneogenesis dan glikogenolisis di hati, sehingga meningkatkan produksi glukosa saat kadar glukosa darah rendah. Dalam kondisi normal, sekresi glukagon diatur secara ketat dan berfungsi sebagai antagonis terhadap insulin.

Disfungsi Sel Alfa pada DMT2

Pada DMT2, terdapat beberapa perubahan patofisiologis dalam fungsi sel alfa pankreas:

  1. Hipersekresi Glukagon: Pada individu dengan DMT2, terdapat peningkatan sekresi glukagon meskipun kadar glukosa darah sudah tinggi. Hiperglukagonemia ini memperburuk hiperglikemia dengan meningkatkan produksi glukosa oleh hati.
  2. Resistensi Insulin di Sel Alfa: Insulin biasanya menghambat sekresi glukagon. Namun, pada DMT2, sel alfa menunjukkan resistensi terhadap efek penghambatan insulin, yang berkontribusi pada hipersekresi glukagon.
  3. Gangguan Sinyal Somatostatin: Somatostatin adalah hormon yang diproduksi oleh sel delta pankreas dan berfungsi untuk menghambat sekresi glukagon. Pada DMT2, terdapat gangguan dalam sinyal somatostatin yang menyebabkan peningkatan sekresi glukagon.

Mekanisme Hipersekresi Glukagon

  1. Gangguan Otonom: Sistem saraf otonom, yang mengatur sekresi hormon pankreas, mungkin terganggu pada DMT2, yang berkontribusi pada hipersekresi glukagon.
  2. Perubahan Rasio Insulin/Glukagon: Pada DMT2, rasio insulin/glukagon sering terganggu. Penurunan sekresi insulin atau peningkatan sekresi glukagon menyebabkan dominasi glukagon, yang merangsang produksi glukosa oleh hati.
  3. Peran Asam Lemak Bebas: Peningkatan kadar asam lemak bebas dalam darah pada DMT2 dapat merangsang sekresi glukagon, memperburuk hiperglikemia.
  4. Disfungsi Sel Alfa Intrinsik: Perubahan genetik atau epigenetik dalam sel alfa sendiri dapat menyebabkan peningkatan sekresi glukagon yang tidak terkontrol.

Dampak Klinis Disfungsi Sel Alfa

Disfungsi sel alfa dan hipersekresi glukagon memiliki beberapa dampak klinis penting:

  1. Peningkatan Glukoneogenesis dan Glikogenolisis: Peningkatan glukagon menyebabkan hati memproduksi lebih banyak glukosa melalui glukoneogenesis dan glikogenolisis, yang memperburuk hiperglikemia.
  2. Resistensi Insulin yang Diperburuk: Hiperglukagonemia dapat memperburuk resistensi insulin di jaringan perifer, seperti otot dan hati, yang mengurangi efektivitas insulin eksogen.
  3. Kegagalan Pengobatan: Hiperglukagonemia yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kegagalan terapi diabetes yang ditujukan untuk mengurangi glukosa darah, seperti insulin atau agen hipoglikemik oral.

Pendekatan Terapi

Untuk mengatasi disfungsi sel alfa dan hiperglukagonemia pada DMT2, beberapa pendekatan terapi dapat dipertimbangkan:

  1. Agonis GLP-1: Agonis reseptor GLP-1 (glucagon-like peptide-1) dapat mengurangi sekresi glukagon dan meningkatkan sekresi insulin, membantu mengendalikan hiperglikemia.
  2. Inhibitor DPP-4: Inhibitor dipeptidil peptidase-4 (DPP-4) meningkatkan kadar incretin seperti GLP-1 yang menghambat sekresi glukagon.
  3. Analog Somatostatin: Analog somatostatin dapat digunakan untuk menghambat sekresi glukagon secara langsung.
  4. Terapi Kombinasi: Kombinasi obat yang menargetkan berbagai mekanisme patofisiologis dapat digunakan untuk mengendalikan kadar glukosa darah dengan lebih efektif.
dr. Maria Alfiani Kusnowati
Author: dr. Maria Alfiani Kusnowati

Dokter Umum. Universitas Kristen Maranatha angkatan 2013. Internship di RSUD Waled dan Puskesmas Losari Kabupaten Cirebon (2019). Bekerja di RS Bunda Pengharapan Merauke, Papua Selatan (2020-2023).

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top