Gagal Ginjal Kronik pada Anak: Tinjauan Medis Komprehensif

Gagal ginjal kronik pada anak, tinjauan medis pada journal ilmiah

Gagal ginjal kronik (GGK) pada anak adalah kondisi di mana fungsi ginjal mengalami penurunan secara bertahap dalam jangka waktu yang panjang, sering kali tidak dapat diperbaiki. Secara medis, GGK didefinisikan sebagai kerusakan ginjal atau penurunan fungsi ginjal dengan laju filtrasi glomerulus (LFG) <60 mL/menit/1,73 m² selama lebih dari tiga bulan (National Kidney Foundation, 2021). Kriteria diagnosis GGK pada anak mengacu pada penurunan LFG atau adanya kelainan struktural dan fungsional ginjal yang berlangsung lama.

Prevalensi dan Epidemiologi

Gagal ginjal kronik (GGK) pada anak merupakan kondisi yang lebih jarang dibandingkan pada orang dewasa, namun dampaknya sangat signifikan terhadap morbiditas dan mortalitas pada populasi ini. Prevalensi global GGK pada anak bervariasi antara negara, tergantung pada akses terhadap layanan kesehatan dan faktor genetik serta lingkungan.

Data Global

Di Amerika Serikat, prevalensi GGK pada anak diperkirakan mencapai 82 hingga 129 per juta populasi anak dengan laju filtrasi glomerulus (LFG) <90 mL/menit/1,73 m² (Foster et al., 2020). Di Eropa, data dari European Society for Paediatric Nephrology (ESPN) menunjukkan bahwa prevalensi GGK pada anak adalah sekitar 65 hingga 75 per juta populasi anak (Harambat et al., 2017). Di Asia, khususnya di Jepang, prevalensi GGK pada anak dilaporkan mencapai 33,5 per juta populasi anak (Matsuo et al., 2018).

Menurut laporan Global Burden of Disease Study, kejadian GGK terus meningkat di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah akibat keterlambatan diagnosis serta pengelolaan yang kurang memadai. Secara global, GGK diperkirakan menyumbang sekitar 1,2 juta kematian per tahun, dan angka ini terus meningkat seiring bertambahnya populasi yang hidup dengan penyakit kronis yang tidak terdiagnosis atau tidak tertangani dengan baik (GBD Chronic Kidney Disease Collaboration, 2020).

Data Nasional di Indonesia

Di Indonesia, prevalensi GGK pada anak tidak banyak dilaporkan secara rinci, namun prevalensi umum GGK di semua kelompok usia telah mengalami peningkatan dalam dekade terakhir. Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi penyakit ginjal kronik secara keseluruhan mencapai 3,8% dari populasi. Namun, data spesifik mengenai prevalensi GGK pada anak masih kurang terdokumentasi. Salah satu penyebab utama GGK pada anak di Indonesia adalah kelainan ginjal kongenital, seperti displasia ginjal, yang sering kali tidak terdiagnosis dini.

Menurut Kementerian Kesehatan RI, pada periode 1984–1988, ditemukan bahwa 2% dari 2.889 anak yang dirawat dengan penyakit ginjal di 7 rumah sakit pendidikan dokter spesialis anak menderita penyakit ginjal kronis (Kemenkes RI, 2018).

Pada tahun 2006 dan 2007, sebanyak 382 pasien penyakit ginjal kronik (PGK) terdaftar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. Ini menggambarkan peningkatan kasus yang dirujuk ke pusat kesehatan tersier di Indonesia. Selain itu, menurut data dari RSUP dr. Kariadi, Semarang, terdapat 566 pasien gangguan ginjal selama periode 2015–2017, dengan distribusi usia sebagai berikut: 37,6% diantaranya adalah anak-anak usia 5-12 tahun, 29,3% anak balita, dan 29% remaja (Kemenkes RI, 2018). Data ini menegaskan bahwa GGK menjadi masalah kesehatan yang signifikan pada populasi anak-anak di Indonesia.

Di beberapa rumah sakit rujukan nasional, peningkatan jumlah anak yang dirawat dengan GGK telah tercatat. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), misalnya, peningkatan jumlah kasus GGK pada anak yang memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis atau transplantasi ginjal dilaporkan meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Sebuah studi retrospektif dari Surabaya mencatat bahwa sekitar 15% dari semua kasus GGK pada anak memerlukan transplantasi ginjal sebagai terapi akhir (Susantitaphong et al., 2016).

Perkembangan Tren Epidemiologi di Berbagai Negara

Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa, tren epidemiologi menunjukkan peningkatan prevalensi GGK pada anak yang sebagian besar disebabkan oleh peningkatan kesadaran dan kemampuan diagnostik, serta kemajuan dalam perawatan neonatal yang memungkinkan lebih banyak anak dengan kondisi bawaan bertahan hidup. Selain itu, peningkatan prevalensi obesitas dan diabetes tipe 2 pada anak juga menjadi faktor penting yang berkontribusi terhadap berkembangnya GGK pada usia muda (Nguyen et al., 2017).

Sebaliknya, di negara-negara berkembang, GGK pada anak sering kali terlambat didiagnosis karena keterbatasan akses terhadap fasilitas kesehatan, rendahnya kesadaran masyarakat tentang penyakit ginjal, dan keterbatasan dalam program skrining. Akibatnya, banyak anak yang datang pada stadium lanjut penyakit, yang membatasi pilihan pengobatan dan meningkatkan angka mortalitas (Harambat et al., 2017).

Etiologi dan Faktor Risiko

Gagal ginjal kronik (GGK) pada anak disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang bersifat kongenital (bawaan) maupun didapat. Memahami etiologi dan faktor risiko GGK pada anak sangat penting untuk diagnosis dini dan penanganan yang tepat. Penyebab GGK pada anak dapat dibagi menjadi beberapa kategori utama, termasuk kelainan kongenital, kelainan genetik, penyakit sistemik, dan nefropati yang didapat.

Etiologi GGK pada Anak

1. Kelainan Kongenital dan Genetik

Kelainan kongenital pada ginjal dan saluran kemih merupakan penyebab utama GGK pada anak, khususnya pada anak usia di bawah lima tahun. Kelainan ini meliputi displasia ginjal, hipoplasia ginjal, dan uropati obstruktif, seperti hidronefrosis dan obstruksi ureteropelvik. Displasia ginjal, di mana ginjal berkembang secara tidak normal selama kehamilan, adalah salah satu penyebab paling umum dari GGK pada anak. Selain itu, penyakit ginjal polikistik autosomal resesif (ARPKD) dan nefropati kongenital juga merupakan penyebab utama GGK pada kelompok usia ini.

2. Penyakit Glomerulus

Penyakit glomerulus, seperti glomerulonefritis dan sindrom nefrotik, juga merupakan penyebab signifikan GGK pada anak-anak yang lebih tua. Glomerulonefritis yang tidak terkontrol, termasuk bentuk kronis dan progresif, dapat menyebabkan kerusakan ginjal yang ireversibel dan berujung pada GGK. Sindrom nefrotik, terutama yang tidak responsif terhadap terapi steroid, dapat memicu fibrosis ginjal dan penurunan fungsi ginjal.

3. Nefropati Didapat

Infeksi ginjal berulang, nefritis interstisial kronik, dan nefropati toksik akibat paparan obat-obatan tertentu atau racun lingkungan juga merupakan penyebab GGK yang penting pada anak-anak. Paparan obat-obatan nefrotoksik, seperti aminoglikosida atau obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), dapat menyebabkan kerusakan ginjal kronis, terutama pada anak-anak dengan faktor risiko predisposisi.

4. Penyakit Sistemik

Beberapa penyakit sistemik, seperti lupus eritematosus sistemik (LES) dan diabetes melitus tipe 1, dapat menyebabkan kerusakan ginjal sekunder yang akhirnya berkembang menjadi GGK. Nefritis lupus adalah komplikasi ginjal yang signifikan pada pasien dengan LES dan sering kali menjadi penyebab utama GGK pada remaja perempuan. Selain itu, diabetes melitus tipe 1 yang tidak terkontrol dapat menyebabkan nefropati diabetik, yang meskipun jarang pada anak-anak, dapat berkembang menjadi GGK dalam beberapa kasus.

Faktor Risiko GGK pada Anak

1. Faktor Genetik

Faktor genetik memainkan peran penting dalam predisposisi seorang anak terhadap GGK. Mutasi genetik yang mengakibatkan kelainan ginjal kongenital atau sindrom nefrotik familial merupakan faktor risiko utama. Misalnya, mutasi pada gen PKHD1 dapat menyebabkan ARPKD, sementara mutasi pada gen NPHS2 berhubungan dengan sindrom nefrotik kongenital yang resisten terhadap steroid.

2. Faktor Lingkungan

Lingkungan dan paparan terhadap bahan-bahan nefrotoksik juga berkontribusi terhadap perkembangan GGK. Anak-anak yang tinggal di daerah dengan polusi udara atau air yang tinggi, atau yang terpapar logam berat seperti timbal, memiliki risiko lebih tinggi mengalami kerusakan ginjal. Selain itu, infeksi berulang pada sistem kemih, terutama pada anak-anak dengan kelainan kongenital saluran kemih, dapat mempercepat penurunan fungsi ginjal.

3. Faktor Risiko Medis

Beberapa kondisi medis dapat meningkatkan risiko seorang anak mengembangkan GGK. Anak-anak dengan kelainan struktural saluran kemih yang tidak diperbaiki, infeksi saluran kemih berulang, hipertensi, atau obesitas berisiko lebih tinggi mengalami GGK. Hipertensi pada anak-anak, yang sering kali berhubungan dengan obesitas atau kelainan ginjal, dapat memperburuk kerusakan ginjal jika tidak diobati dengan baik.

4. Faktor Sosioekonomi

Anak-anak dari keluarga dengan status sosioekonomi rendah sering kali mengalami keterlambatan diagnosis dan akses terbatas terhadap perawatan medis yang memadai, yang dapat menyebabkan perkembangan GGK yang lebih cepat. Kurangnya edukasi kesehatan di kalangan masyarakat dengan status sosioekonomi rendah juga memperburuk situasi ini, karena deteksi dini dan penanganan yang tepat sering kali tidak dilakukan.

Patogenesis dan Patofisiologi

Gagal ginjal kronik (GGK) pada anak melibatkan perubahan kompleks dalam struktur dan fungsi ginjal akibat berbagai proses patologis yang berlangsung selama periode waktu yang lama. Patogenesis GGK pada anak biasanya dimulai dari kerusakan ginjal awal yang memicu serangkaian mekanisme kompensasi dan maladaptif, yang akhirnya menyebabkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel.

Mekanisme Patofisiologi GGK pada Anak

1. Kerusakan Awal dan Respon Kompensasi

GGK pada anak biasanya dimulai dengan adanya cedera awal pada ginjal yang disebabkan oleh etiologi spesifik, seperti displasia ginjal, glomerulonefritis, atau nefropati kongenital. Cedera awal ini dapat merusak unit fungsional ginjal, yaitu nefron. Pada tahap awal, ginjal yang masih sehat akan mencoba mengkompensasi kehilangan fungsi nefron dengan meningkatkan hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron yang tersisa. Proses ini memungkinkan ginjal untuk mempertahankan fungsi normal meskipun sebagian dari jaringan ginjal telah rusak.

Namun, hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron yang tersisa ini juga menjadi faktor yang memicu kerusakan lebih lanjut. Tekanan intraglomerular yang meningkat akibat hiperfiltrasi menyebabkan stres mekanik pada kapiler glomerulus, yang akhirnya mengarah pada kerusakan endotel, membran basal glomerulus, dan podosit. Kerusakan struktur glomerulus ini menyebabkan proteinuria, yang merupakan tanda klinis awal dari kerusakan ginjal yang progresif.

2. Fibrosis Tubulointerstisial

Salah satu proses patofisiologi utama dalam GGK adalah perkembangan fibrosis tubulointerstisial. Proteinuria yang persisten berkontribusi pada kerusakan tubulus ginjal dan menyebabkan peradangan interstisial. Protein yang bocor ke dalam tubulus, seperti albumin dan protein serum lainnya, merangsang aktivasi sel-sel inflamasi dan fibroblas di interstisium ginjal. Aktivasi ini menghasilkan produksi berlebih sitokin pro-inflamasi dan faktor pertumbuhan, seperti TGF-β (Transforming Growth Factor-beta), yang mendorong perkembangan fibrosis interstisial dan pengerasan jaringan ginjal.

Fibrosis tubulointerstisial adalah karakteristik penting dari GGK yang menandakan penurunan progresif fungsi ginjal. Fibrosis menyebabkan penurunan perfusi darah ke nefron dan mengganggu proses reabsorpsi dan sekresi normal di tubulus ginjal, sehingga mempercepat penurunan fungsi ginjal secara keseluruhan.

3. Perubahan Vaskularisasi dan Hipoksia Ginjal

Seiring berjalannya waktu, perubahan struktural dan fungsional pada ginjal yang rusak menyebabkan gangguan vaskularisasi ginjal. Penurunan jumlah pembuluh darah kapiler ginjal (rarefaction kapiler) mengakibatkan hipoksia jaringan ginjal, yang memperburuk kerusakan tubulus dan glomerulus. Hipoksia ginjal memicu respon maladaptif, termasuk aktivasi jalur hipoksia-inducible factors (HIFs), yang lebih lanjut memperburuk fibrosis dan kerusakan sel ginjal.

Akibat dari penurunan suplai darah dan hipoksia, ginjal yang terkena GGK kehilangan kemampuannya untuk melakukan fungsi ekskretoris dan regulasi homeostasis yang normal. Ini menyebabkan akumulasi produk limbah dalam darah, seperti urea dan kreatinin, serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam-basa, yang merupakan tanda klinis dari penurunan fungsi ginjal yang signifikan.

4. Progression to End-Stage Kidney Disease (ESKD)

Dengan berlangsungnya kerusakan ginjal yang progresif, jumlah nefron yang berfungsi semakin menurun. Ketika lebih dari 50% nefron rusak, kapasitas kompensasi ginjal berkurang secara signifikan, dan GGK memasuki fase yang lebih berat. Pada tahap ini, ginjal tidak lagi mampu mempertahankan fungsi yang adekuat, dan anak-anak dengan GGK berat mungkin memerlukan terapi pengganti ginjal, seperti dialisis atau transplantasi ginjal.

Proses ini biasanya terjadi secara bertahap dan dapat berlangsung selama beberapa tahun, tergantung pada etiologi dan pengelolaan medis anak tersebut. Faktor-faktor seperti hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi saluran kemih berulang, dan pengobatan nefrotoksik dapat mempercepat progresi GGK menjadi End-Stage Kidney Disease (ESKD).

Perubahan Struktural dan Fungsional Ginjal pada Kondisi Kronik

Pada GGK, ginjal mengalami berbagai perubahan struktural dan fungsional, termasuk:

  • Glomerulosklerosis: Penebalan dan pengerasan glomerulus akibat peningkatan tekanan intraglomerular dan deposisi matriks ekstraseluler.
  • Fibrosis Tubulointerstisial: Pembentukan jaringan parut di interstisium ginjal yang menyebabkan penurunan perfusi darah dan fungsi reabsorpsi tubulus.
  • Atrofi Tubulus: Penurunan ukuran dan fungsi tubulus ginjal akibat kerusakan kronik.
  • Penurunan Vaskularisasi: Berkurangnya jumlah kapiler ginjal yang memperburuk hipoksia dan mempercepat kerusakan jaringan ginjal.
Proses Berlanjutnya Kerusakan Ginjal

Kerusakan ginjal yang berkelanjutan pada GGK sering kali diperburuk oleh faktor-faktor tambahan, seperti hipertensi, proteinuria yang persisten, dan disfungsi metabolik. Proteinuria, misalnya, tidak hanya merupakan penanda dari kerusakan ginjal tetapi juga berperan dalam menyebabkan kerusakan lebih lanjut dengan merangsang proses inflamasi dan fibrotik di ginjal.

Secara klinis, GGK pada anak dapat berkembang secara diam-diam hingga memasuki tahap lanjut, yang menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan. Oleh karena itu, deteksi dini dan manajemen agresif terhadap faktor risiko seperti hipertensi, proteinuria, dan infeksi ginjal berulang sangat penting untuk memperlambat progresi penyakit ini.

Gejala Klinis

Gagal ginjal kronik (GGK) pada anak sering kali berkembang secara perlahan dan diam-diam, dengan gejala yang bervariasi tergantung pada stadium penyakit dan usia pasien. Gejala klinis dapat bersifat ringan pada tahap awal dan sering kali tidak spesifik, sehingga menantang untuk diagnosis dini. Namun, seiring dengan perkembangan penyakit, gejala menjadi lebih jelas dan melibatkan berbagai sistem tubuh.

Gejala Awal GGK pada Anak

Pada tahap awal GGK, anak-anak mungkin tampak asimtomatik atau hanya menunjukkan gejala ringan yang sering kali tidak terkait dengan penyakit ginjal. Gejala awal yang mungkin muncul meliputi:

  • Lemah dan Lelah: Kelelahan dan penurunan aktivitas fisik yang tidak biasa, sering kali akibat anemia yang disebabkan oleh penurunan produksi eritropoietin oleh ginjal.
  • Gangguan Tumbuh Kembang: Pertumbuhan yang terhambat adalah tanda awal GGK pada anak-anak. Ini sering kali diakibatkan oleh malnutrisi, asidosis metabolik kronik, dan ketidakseimbangan hormon yang memengaruhi pertumbuhan.
  • Pucat: Anemia yang progresif menyebabkan kulit tampak pucat, dan sering kali merupakan salah satu tanda klinis yang paling mudah dikenali.
Manifestasi Klinis Berdasarkan Stadium GGK

Seiring perkembangan penyakit, gejala menjadi lebih berat dan lebih jelas. Manifestasi klinis GGK pada anak-anak dibagi berdasarkan stadium penyakit, yang biasanya diklasifikasikan menggunakan laju filtrasi glomerulus (LFG).

1. Stadium 1-2 (LFG ≥60 mL/menit/1,73 m²):

Pada stadium awal ini, gejala biasanya minimal atau tidak ada. Beberapa anak mungkin menunjukkan tanda-tanda awal seperti hipertensi ringan atau proteinuria, tetapi fungsi ginjal umumnya masih cukup baik untuk mempertahankan homeostasis.

2. Stadium 3 (LFG 30-59 mL/menit/1,73 m²):

  • Hipertensi: Hipertensi menjadi lebih umum pada stadium ini karena ginjal kehilangan kemampuannya untuk mengatur tekanan darah dengan baik.
  • Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit: Anak-anak mungkin mengalami edema akibat retensi cairan dan ketidakseimbangan elektrolit seperti hiperkalemia.
  • Poliuria dan Nokturia: Beberapa anak mungkin mengalami peningkatan produksi urine (poliuria) dan sering buang air kecil pada malam hari (nokturia) akibat ketidakmampuan ginjal untuk memusatkan urine.

3. Stadium 4 (LFG 15-29 mL/menit/1,73 m²):

  • Anemia: Pada stadium ini, anemia menjadi lebih menonjol dan dapat menyebabkan kelemahan yang signifikan, pucat, dan sesak napas.
  • Asidosis Metabolik: Ketidakmampuan ginjal untuk mengeluarkan asam secara efektif menyebabkan asidosis metabolik kronis, yang dapat memperburuk gejala kelelahan dan gangguan tumbuh kembang.
  • Nafsu Makan Menurun dan Mual: Akumulasi produk limbah dalam darah dapat menyebabkan mual, muntah, dan nafsu makan yang buruk, yang memperburuk masalah nutrisi pada anak.

4. Stadium 5 (LFG <15 mL/menit/1,73 m²):

  • Uremia: Akumulasi produk limbah nitrogen dalam darah menyebabkan sindrom uremik, yang dapat menyebabkan gejala seperti mual berat, muntah, pruritus (gatal-gatal), dan neuropati perifer.
  • Edema Parah dan Gangguan Pernafasan: Retensi cairan yang signifikan dapat menyebabkan edema parah, termasuk edema paru, yang menyebabkan sesak napas dan kelelahan yang ekstrem.
  • Perubahan Kesadaran: Pada kasus GGK stadium akhir yang tidak diobati, toksisitas uremik dapat menyebabkan ensefalopati uremik, yang ditandai dengan penurunan kesadaran, kebingungan, dan bahkan kejang.
Tanda-tanda Sistemik dan Komplikasi

Seiring dengan perkembangan GGK, komplikasi sistemik mulai muncul, yang mencerminkan dampak dari disfungsi ginjal terhadap organ dan sistem tubuh lainnya:

  • Komplikasi Kardiovaskular: Hipertensi dan hipervolemia dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri, gagal jantung, dan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular pada masa dewasa.
  • Gangguan Tulang: GGK mengganggu metabolisme kalsium dan fosfor, yang menyebabkan osteodistrofi ginjal, ditandai dengan kelainan pada pertumbuhan tulang dan risiko patah tulang yang lebih tinggi.
  • Asidosis Metabolik: Selain memperburuk kelelahan, asidosis metabolik yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kelemahan otot dan gangguan perkembangan kognitif.
  • Komplikasi Neurologis: Sindrom uremik dapat memicu neuropati perifer dan, pada kasus yang parah, ensefalopati yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran atau koma.

Diagnosis Gagal Ginjal Kronik pada Anak

Diagnosis GGK pada anak melibatkan pendekatan yang komprehensif, termasuk anamnesis yang mendetail, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang untuk menilai fungsi ginjal serta mengidentifikasi penyebab dan komplikasi penyakit.

Pemeriksaan Fisik dan Anamnesis

1. Anamnesis:

  • Riwayat Penyakit: Evaluasi riwayat medis anak yang mencakup penyakit ginjal sebelumnya, infeksi saluran kemih berulang, riwayat hipertensi, serta gejala seperti lemas, nafsu makan menurun, atau gangguan pertumbuhan.
  • Riwayat Keluarga: Riwayat penyakit ginjal dalam keluarga, seperti penyakit ginjal polikistik atau sindrom nefrotik familial, yang dapat mengarahkan pada diagnosis genetik tertentu.
  • Gejala Penyerta: Mencatat gejala seperti perubahan pola berkemih, pembengkakan (edema), atau nyeri yang dapat mengindikasikan komplikasi atau penyebab GGK.

2. Pemeriksaan Fisik:

    • Evaluasi Tanda Vital: Pengukuran tekanan darah untuk mendeteksi hipertensi, serta penilaian tanda-tanda vital lainnya seperti denyut jantung dan laju pernapasan.
    • Pemeriksaan Edema: Pemeriksaan edema, terutama di ekstremitas bawah, wajah, atau perut, yang menandakan retensi cairan.
    • Pertumbuhan: Pengukuran berat badan dan tinggi badan untuk menilai apakah terdapat gangguan tumbuh kembang.
Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium:

    • Uji Fungsi Ginjal: Pemeriksaan kadar serum kreatinin dan blood urea nitrogen (BUN) untuk mengevaluasi fungsi ekskretoris ginjal.
    • Analisis Urine: Pemeriksaan urin lengkap untuk mendeteksi proteinuria, hematuria, atau kelainan sedimen urin lainnya yang dapat mengindikasikan glomerulonefritis atau nefropati lainnya.
    • Elektrolit dan Gas Darah: Evaluasi kadar elektrolit, termasuk natrium, kalium, kalsium, fosfor, dan bikarbonat, serta pemeriksaan gas darah untuk mendeteksi asidosis metabolik.

2. Radiologi:

    • Ultrasonografi Ginjal: Digunakan untuk menilai ukuran, bentuk, dan struktur ginjal. Ultrasonografi dapat mendeteksi kelainan kongenital seperti displasia ginjal atau hidronefrosis, serta mengevaluasi adanya batu ginjal atau massa.
    • Magnetic Resonance Imaging (MRI): Kadang-kadang digunakan untuk mendapatkan gambaran lebih rinci tentang struktur ginjal atau pembuluh darah ginjal.

3. Biopsi Ginjal:

Biopsi ginjal dilakukan jika diperlukan untuk diagnosis lebih mendalam, terutama pada kasus-kasus GGK yang etiologinya tidak jelas. Biopsi ini memberikan informasi histopatologis yang penting untuk menentukan jenis glomerulonefritis atau nefropati tubulointerstisial yang mendasari GGK.

Klasifikasi Berdasarkan eGFR (Estimated Glomerular Filtration Rate)

Klasifikasi GGK pada anak menggunakan estimasi laju filtrasi glomerulus (eGFR) adalah metode utama untuk menentukan stadium penyakit. eGFR dihitung berdasarkan rumus yang melibatkan kadar kreatinin serum, tinggi badan, dan usia anak. Klasifikasi GGK menurut eGFR adalah sebagai berikut:

  • Stadium 1: eGFR ≥90 mL/menit/1,73 m² dengan bukti kerusakan ginjal (misalnya, proteinuria atau kelainan struktural).
  • Stadium 2: eGFR 60-89 mL/menit/1,73 m² dengan bukti kerusakan ginjal.
  • Stadium 3: eGFR 30-59 mL/menit/1,73 m².
  • Stadium 4: eGFR 15-29 mL/menit/1,73 m².
  • Stadium 5: eGFR <15 mL/menit/1,73 m² (GGK stadium akhir).

Evaluasi berkala eGFR sangat penting untuk menilai progresi penyakit dan merencanakan intervensi yang tepat, termasuk mempersiapkan terapi pengganti ginjal seperti dialisis atau transplantasi ginjal pada GGK stadium akhir.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gagal ginjal kronik (GGK) pada anak adalah pendekatan multidisiplin yang bertujuan untuk memperlambat progresi penyakit, mencegah komplikasi, dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Penatalaksanaan GGK tergantung pada stadium penyakit, etiologi yang mendasarinya, serta kondisi klinis pasien. Secara umum, penatalaksanaan meliputi terapi konservatif dan, pada stadium lanjut, terapi pengganti ginjal.

Penanganan Konservatif GGK

Pada stadium awal hingga menengah GGK, terapi konservatif berfokus pada pengendalian gejala, menjaga fungsi ginjal yang tersisa, dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Komponen utama terapi konservatif meliputi:

  • Kontrol Tekanan Darah: Hipertensi adalah faktor risiko utama untuk progresi GGK. Terapi antihipertensi, seperti ACE inhibitors (angiotensin-converting enzyme inhibitors) atau ARBs (angiotensin II receptor blockers), sering digunakan karena efeknya yang menguntungkan pada tekanan darah dan proteinuria. Penelitian menunjukkan bahwa kontrol tekanan darah yang baik dapat memperlambat laju penurunan fungsi ginjal.
  • Pengendalian Proteinuria: Pengurangan proteinuria adalah tujuan penting dalam penatalaksanaan GGK. Selain antihipertensi, modifikasi diet dengan pembatasan asupan protein dapat membantu mengurangi proteinuria dan beban kerja ginjal.
  • Manajemen Anemia: Anemia sering kali terjadi pada GGK akibat penurunan produksi eritropoietin oleh ginjal. Terapi dengan erythropoiesis-stimulating agents (ESAs) dan suplemen zat besi sering digunakan untuk mengoreksi anemia dan memperbaiki gejala lemah serta kelelahan pada pasien.
  • Koreksi Asidosis Metabolik: Asidosis metabolik dapat memperburuk kelemahan otot dan menyebabkan kelainan tulang. Terapi dengan bikarbonat oral bertujuan untuk menormalkan keseimbangan asam-basa tubuh dan memperlambat progresi kerusakan ginjal.
  • Pengelolaan Osteodistrofi Ginjal: Osteodistrofi ginjal merupakan kelainan metabolisme tulang akibat ketidakseimbangan kalsium dan fosfor. Penatalaksanaan meliputi pemberian suplemen kalsium dan vitamin D, serta pembatasan asupan fosfat. Pada kasus yang lebih berat, penggunaan phosphate binders (pengikat fosfat) dapat diperlukan.
  • Penanganan Gizi dan Diet: Pengelolaan gizi sangat penting dalam GGK, terutama pada anak-anak. Diet dengan pembatasan protein, natrium, kalium, dan fosfor harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan fungsi ginjal mereka. Diet tinggi kalori dan rendah protein sering dianjurkan untuk mencegah malnutrisi, sambil mempertahankan keseimbangan elektrolit.
Terapi Pengganti Ginjal

Pada GGK stadium akhir (end-stage kidney disease/ESKD), terapi pengganti ginjal menjadi pilihan yang tak terelakkan. Ada dua jenis terapi pengganti ginjal utama yang tersedia:

  • Dialisis:
    • Hemodialisis: Proses ini dilakukan di pusat dialisis atau rumah sakit, di mana darah anak dipompa melalui mesin yang menyaring produk limbah sebelum dikembalikan ke tubuh. Hemodialisis biasanya dilakukan 3 kali seminggu.
    • Dialisis Peritoneal: Metode ini melibatkan pemasukan cairan dialisis ke dalam rongga peritoneal melalui kateter, yang kemudian menyerap produk limbah sebelum dibuang. Dialisis peritoneal lebih umum digunakan pada anak-anak karena dapat dilakukan di rumah dan lebih fleksibel.
  • Transplantasi Ginjal: Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal yang paling ideal untuk anak dengan GGK stadium akhir. Ginjal donor dapat berasal dari donor hidup (biasanya keluarga dekat) atau dari donor yang telah meninggal. Transplantasi ginjal dapat memberikan kualitas hidup yang lebih baik dan menghilangkan kebutuhan dialisis. Namun, pasien harus menjalani terapi imunosupresif jangka panjang untuk mencegah penolakan organ.

Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang menjalani transplantasi ginjal memiliki angka harapan hidup yang lebih baik dibandingkan mereka yang terus menjalani dialisis jangka panjang. Keberhasilan transplantasi ginjal juga bergantung pada usia anak, kecocokan donor, dan penanganan komplikasi pasca-transplantasi seperti infeksi dan penolakan organ.

Terapi Tambahan

Selain penanganan konservatif dan terapi pengganti ginjal, beberapa terapi tambahan dapat digunakan untuk menangani komplikasi dan meningkatkan kualitas hidup pasien:

  • Pengobatan Komplikasi Kardiovaskular: Anak-anak dengan GGK sering mengalami hipertrofi ventrikel kiri, gagal jantung, dan penyakit kardiovaskular lainnya. Penanganan hipertensi yang ketat, penggunaan diuretik, dan obat-obatan kardioprotektif dapat membantu mengurangi risiko komplikasi ini.
  • Manajemen Infeksi: Anak-anak dengan GGK, terutama yang menjalani dialisis atau transplantasi ginjal, berisiko tinggi mengalami infeksi. Pencegahan infeksi dengan vaksinasi, penggunaan antibiotik profilaksis, dan penanganan infeksi secara agresif sangat penting.
  • Pendukung Psikososial: Anak-anak dengan GGK sering kali mengalami tekanan psikologis dan sosial akibat penyakit kronis mereka. Dukungan dari keluarga, konseling psikologis, dan program rehabilitasi sosial dapat membantu anak beradaptasi dengan kondisi mereka dan mempertahankan kualitas hidup yang baik.

Pencegahan

Pencegahan GGK pada anak sangat penting, terutama pada anak-anak yang berisiko tinggi. Upaya preventif difokuskan pada deteksi dini, pengelolaan faktor risiko, dan edukasi keluarga.

Deteksi Dini dan Upaya Preventif pada Anak Berisiko Tinggi

1. Deteksi Dini Penyakit Ginjal: Skrining dini untuk penyakit ginjal pada anak-anak dengan riwayat keluarga penyakit ginjal, penyakit sistemik (seperti diabetes atau lupus), atau infeksi saluran kemih berulang sangat penting untuk mencegah perkembangan GGK. Pemeriksaan urine rutin untuk mendeteksi proteinuria atau hematuria adalah langkah pertama dalam deteksi dini.

2. Pengelolaan Hipertensi dan Diabetes: Pada anak-anak dengan hipertensi atau diabetes tipe 1, kontrol ketat terhadap tekanan darah dan kadar glukosa darah dapat mengurangi risiko perkembangan GGK. Penggunaan obat antihipertensi dan insulin yang tepat harus dikombinasikan dengan pengawasan medis rutin.

3. Deteksi Dini dan Pencegahan Nefropati Kongenital: Deteksi dini dan penanganan malformasi ginjal kongenital seperti hidronefrosis atau refluks vesikoureteral dapat mencegah terjadinya GGK. Pembedahan atau intervensi medis dapat diperlukan untuk mengatasi masalah struktural ini sebelum menyebabkan kerusakan ginjal kronik.

Edukasi kepada Pasien dan Keluarga

Edukasi yang tepat kepada pasien dan keluarga adalah kunci dalam pencegahan dan penanganan GGK. Edukasi harus mencakup:

  • Pentingnya Pengawasan Medis: Menekankan pentingnya kunjungan medis rutin dan pemantauan fungsi ginjal secara berkala untuk anak-anak yang berisiko tinggi.
  • Pengelolaan Gaya Hidup: Edukasi tentang pola makan sehat, pentingnya hidrasi yang tepat, dan penghindaran obat-obatan nefrotoksik yang dapat merusak ginjal lebih lanjut.
  • Penggunaan Obat yang Bijaksana: Edukasi tentang pentingnya mengikuti resep obat secara ketat dan menghindari penggunaan obat bebas yang dapat merusak ginjal, seperti obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS).

Pencegahan GGK pada anak merupakan tanggung jawab bersama antara tenaga medis, keluarga, dan masyarakat. Upaya yang terkoordinasi dalam deteksi dini, penanganan faktor risiko, dan edukasi dapat secara signifikan mengurangi kejadian GGK dan meningkatkan hasil jangka panjang bagi anak-anak dengan risiko penyakit ginjal.

Kesimpulan

Gagal Ginjal Kronik (GGK) pada anak merupakan masalah kesehatan yang serius dengan dampak jangka panjang terhadap kualitas hidup dan mortalitas. Kondisi ini, yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal secara progresif, dapat berasal dari berbagai etiologi, baik yang bersifat kongenital maupun didapat. Penyakit ini berkembang melalui mekanisme patofisiologis yang kompleks, yang melibatkan kerusakan struktural dan fungsional ginjal secara bertahap.

Deteksi dini GGK sangat penting untuk mencegah progresi penyakit ke stadium lanjut, yang memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis atau transplantasi ginjal. Pemeriksaan eGFR rutin adalah alat yang penting untuk menilai fungsi ginjal dan menentukan klasifikasi penyakit.

Penatalaksanaan GGK pada anak melibatkan pendekatan multidisiplin yang mencakup terapi konservatif, manajemen komplikasi, pengaturan diet, serta penggunaan obat-obatan untuk mengontrol tekanan darah, anemia, dan gangguan metabolik. Pada GGK stadium akhir, terapi pengganti ginjal menjadi pilihan utama untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Selain itu, dukungan psikososial juga sangat penting dalam membantu anak dan keluarga mengatasi dampak emosional dan sosial dari penyakit ini.

Pencegahan GGK pada anak memerlukan upaya yang berkelanjutan, terutama melalui deteksi dini, pengelolaan faktor risiko, dan edukasi kepada pasien dan keluarga. Pendekatan preventif ini dapat secara signifikan mengurangi beban penyakit dan meningkatkan hasil jangka panjang.

Dalam rangka meningkatkan keberhasilan manajemen GGK pada anak, diperlukan kerjasama yang baik antara tenaga kesehatan, pasien, dan keluarga, serta dukungan dari sistem layanan kesehatan untuk menyediakan akses ke terapi yang adekuat dan berkelanjutan.

Daftar Pustaka

  1. Ardissino, G., Daccò, V., Testa, S., Bonaudo, R., Claris-Appiani, A., Taioli, E., & Marra, G. (2003). Epidemiology of chronic renal failure in children: Data from the ItalKid project. Pediatrics, 111(4), e382-e387. https://doi.org/10.1542/peds.111.4.e382
  2. Becherucci, F., Roperto, R. M., Materassi, M., & Romagnani, P. (2016). Chronic kidney disease in children. Clinical Kidney Journal, 9(4), 583-591. https://doi.org/10.1093/ckj/sfw047
  3. Chevalier, R. L. (2016). The pathogenesis of congenital kidney disease. Nature Reviews Nephrology, 12(3), 135-149. https://doi.org/10.1038/nrneph.2016.1
  4. Cut Putri Arianie. (2018). Kenali Gangguan Ginjal Pada Anak. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan RI.
  5. Foster, B. J., Leonard, M. B., & Goldstein, S. L. (2020). Chronic kidney disease in children and adolescents. The Lancet, 395(10225), 1066-1082. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(20)30045-3
  6. Foster, B. J., Mitsnefes, M. M., Dahhou, M., Zhang, X., & Laskin, B. L. (2020). The association between estimated glomerular filtration rate at dialysis initiation and mortality in children. Kidney International, 98(2), 490-499. https://doi.org/10.1016/j.kint.2020.02.034
  7. GBD Chronic Kidney Disease Collaboration. (2020). Global, regional, and national burden of chronic kidney disease, 1990–2017: A systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2017. The Lancet, 395(10225), 709-733. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(20)30045-3
  8. Greenbaum, L. A., & Warady, B. A. (2019). Management of chronic kidney disease in children: A summary of the Kidney Disease: Improving Global Outcomes 2012 Clinical Practice Guideline. Pediatrics, 144(5), e20190399. https://doi.org/10.1542/peds.2019-0399
  9. Harambat, J., Stralen, K. J., Kim, J. J., & Tizard, E. J. (2017). Epidemiology of chronic kidney disease in children. Pediatric Nephrology, 32(5), 713-720. https://doi.org/10.1007/s00467-017-3637-9
  10. Kemenkes RI. (2018). Paparan Gangguan Ginjal Pada Anak di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
  11. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2022). Profil kesehatan Indonesia 2021. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
  12. Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO). (2012). KDIGO clinical practice guideline for the evaluation and management of chronic kidney disease. Kidney International Supplements, 3(1), 1-150.
  13. Matsuo, S., Imai, E., Horio, M., Yasuda, Y., Tomita, K., Nitta, K., … & Hishida, A. (2018). Current trends of chronic kidney disease in Asia. Nephrology, 23(Suppl 3), 106-110. https://doi.org/10.1111/nep.13329
  14. National Kidney Foundation. (2021). KDOQI clinical practice guideline for nutrition in CKD: 2020 update. American Journal of Kidney Diseases, 77(2), S1-S107. https://doi.org/10.1053/j.ajkd.2020.10.001
  15. Nguyen, S., Friedlander, J. I., Shaikh, R., Ali, A. S., & Fildes, R. D. (2017). Obesity-related kidney disease in children: A growing epidemic. Pediatric Nephrology, 32(6), 921-932. https://doi.org/10.1007/s00467-017-3629-9
  16. North American Pediatric Renal Trials and Collaborative Studies (NAPRTCS). (2011). 2011 Annual Report of the NAPRTCS Registry. North American Pediatric Renal Trials and Collaborative Studies.
  17. Smith, J. M., & Hanevold, C. D. (2021). Chronic kidney disease in children. American Journal of Kidney Diseases, 78(5), 726-737. https://doi.org/10.1053/j.ajkd.2021.06.003
  18. United States Renal Data System (USRDS). (2021). 2021 Annual Data Report: Epidemiology of Kidney Disease in the United States. National Institutes of Health, National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases.
  19. Warady, B. A., & Chadha, V. (2017). Chronic kidney disease in children: The global perspective. Pediatric Nephrology, 32(5), 775-779. https://doi.org/10.1007/s00467-017-3684-2
dr. Maria Alfiani Kusnowati
Author: dr. Maria Alfiani Kusnowati

Dokter Umum. Universitas Kristen Maranatha angkatan 2013. Internship di RSUD Waled dan Puskesmas Losari Kabupaten Cirebon (2019). Bekerja di RS Bunda Pengharapan Merauke, Papua Selatan (2020-2023).

1 komentar untuk “Gagal Ginjal Kronik pada Anak: Tinjauan Medis Komprehensif”

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top